Maybe it's the way you play your game
Mikasa merentangkan tangannya, melenturkan otot-otot yang sedari tadi kaku setelah satu jam lebih menghabiskan waktu dengan setumpuk buku. Bias mentari senja menelisik dari jendela pojok Perpustakaan, gemerisik daun yang tertiup oleh angin berbaur dengan hiruk pikuk di luar.
Gadis bermata Jelaga itu meraih ranselnya, berjalan tenang melewati sepanjang koridor Fakultas Seni Musik. Matanya memicing, mendapati punggung tegap Eren membelakanginya. Seorang Pemuda berambut blonde yang tak lain adalah Armin muncul dengan senyuman dari balik punggung tegap Eren. Si Empunya mata Emerald juga turut berbalik, melukis senyum lima jari mendapati sosok Mikasa yang berjalan mendekat.
"Mikasa!"
"Armin? Kenapa kalian ada di sini?" tanya Mikasa merasa heran. Ini bukan hari dimana ia harus mengajar Eren bermain Piano.
"Ah, sudah ku duga kau tidak membaca pesan yang dikirim Connie. Kita akan reuni bersama anak-anak lainnya, jika kau bertanya tentang keberadaan Eren. Maka akan ku jawab!" ujar Armin merangkul pundak Eren yang sedikit lebih tinggi darinya itu.
"Dia datang sebagai teman mu!"
"Teman ku?"
"Ayolah, aku sudah mengajak Annie bersamaku. Satu orang cukup membawa satu untuk digandeng ke Pesta BBQ besok!"
"Tidak, terima kasih."
Mikasa berlalu pergi. Berjalan sedikit cepat saat tahu Armin mengejar langkahnya. Dan ia bisa apa? Langkah Pemuda berkaki jenjang seperti Pemuda Arlert tersebut tak akan bisa sebanding dengan langkahnya. Walau Mikasa juga memiliki tinggi yang bisa dibilang, di atas rata-rata tinggi wanita biasa, ia tetaplah seorang gadis yang kekuatan kakinya tak sebanding dengan pria.
"Mikasa, ku mohon! Sudah dua tahun kau tak ikut bergabung dengan kami. Sasha terus menanyakan tentang mu,"
"Kau tahu ada seseorang yang tak ingin ku temui di sana!"
Menarik pundak, Mikasa menjauhkan tangan Armin yang mencengkram pundaknya kuat. Keningnya mengkerut tak suka, memikirkan reuni bersama saja sudah membuatnya muak. Apalagi jika ia di haruskan datang ke sana, kemudian kembali bertemu dengan sosok yang sengaja ia hindari sejak jaman SMA.
"Maka dari itu ku minta kau mengajak Eren. Kau bisa mengatakan pada mereka bahwa sekarang kau sudah tidak sendiri, dia pasti bisa mengerti dan akhirnya menyerah."
"Armin, aku tidak memanfaatkan orang lain untuk keuntungan pribadi."
"Aku tidak keberatan."
Fokus dua sahabat kecil itu teralihkan, menatap Pemuda Yeager yang berjalan mendekat dengan senyum tipis di wajah tampannya. Surainya yang dibiarkan tergerai hingga pundak tersapu angin, menampilkan jidat mulus Eren yang sempurna.
"Aku tidak keberatan jika harus berbohong menjadi kekasih mu. Hanya selama beberapa jam, kan?" tanya Eren
Armin mengangguk, "Ya, aku sudah bicara dengan Eren. Dia tidak keberatan, ini tergantung dengan mu saja, Mikasa."
Gurat ragu jelas terlukis di wajah rupawan Mikasa. Gadis dengan manik sekelam jelaga sedikit kelabu itu tampak menimbang sebentar. Menatap Armin maupun Eren bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELIONS [√]
Fanfiction[EreMika Fanfiction] Eren kembali mengingat, saat pertama kali ia terpana akan pesona gadis Ackerman yang digadang sebagai Malaikat Jurusan Seni Musik. Itu adalah malam dengan terang bulan purnama, berlatar panggung di aula Kampus, Eren terpesona p...