~AOZORA~
Hal yang pertama kulakukan pada Minggu pagi adalah berolahraga. Ya, olahraga. Setelah setahun terakhir tidak berolahraga sama sekali, berlari mengitari stadion Gelora Bung Karno satu kali saja membuatku ngos-ngosan. Rupanya, tubuhku jauh lebih tua dari kelihatannya.
Hari Minggu tempat ini selalu dipenuhi orang-orang yang hanya sekadar jalan-jalan atau jajan makanan di sepanjang jalan Sudirman saat Car Free Day. Entah karena kerasukan sifat aneh Virgo atau memang sedang kesambet, aku tiba-tiba memakai sepatu olahraga dan lari ke luar. Ini memang bukan aku yang biasanya. Aku tak tahu kenapa juga.
"Ao?"
Aku tengah mengistirahatkan kakiku yang sudah hampir mati rasa di tepi jogging track stadion, ketika seseorang berhenti di depanku. Aku mendongak dan mendapati seorang lelaki yang wajahnya familiar.
"Bram?"
Laki-laki itu memutar pingganganya ke kanan dan ke kiri sebelum ikut meluruskan kaki di sampingku. "Hey bro! Lo nggak pernah kelihatan akhir-akhir ini! How's life!"
"Kalau yang lo maksud dengan shooting club, ya gue emang keluar, jadi wajar lo nggak lihat gue lagi," ujarku sekenanya. Selain karena kami sama-sama masuk ke IBI bersamaan, kami sama-sama tergabung dalam klub menembak Perbakin di Senayan. Meski aku sudah meninggalkan klub itu dua bulan yang lalu. Yah, alasan aku bergabung di klub itu juga awalnya karena iseng mengikuti cowok-cowok saat awal masuk IBI dulu. Seiring jam kerja yang makin tidak manusiawi dan kehidupanku yang makin payah, aku tidak lagi rajin datang latihan.
Brajamusti Abyasa selalu terlihat menarik dilihat dari sisi mana pun. Seperti bisa dilihat, sekarang semua mata cewek-cewek yang lewat di depan kami, pasti selalu mampir ke lelaki di sampingku ini. Yah, Bram memang bukan lelaki brengsek sepertiku kalau urusan cewek, tapi kalau urusan pekerjaan dia lebih brengsek dari siapa pun yang pernah kukenal.
"Loh kenapa keluar? Gue kira lo lagi sibuk aja."
"Bosen gue," dustaku, berusaha menutup percakapan. Meski terlihat baik-baik saja, hubunganku dengan Bram tidak pernah sedekat ini. Aku yakin, kalau tidak ada maunya, Bram tidak akan repot-repot menyapaku di tempat umum seperti ini.
"Ao, lo belum pindah unit kerja kan? Masih tim Helena?"
"Masih, kenapa?" Aku meneguk air dari botol minum dan mulai waspada akan arah pembicaraan Bram setelah ini. Dia benar-benar punya rencana yang melibatkanku. Sepanjang aku mengenalnya, rencana Bram selalu menguntungkan salah satu pihak saja dan itu jelas bukan menguntungkanku.
"Helena masih single, kan?"
Aku mulai terganggu dengan pertanyaan yang tidak jelas ujungnya ini. Apalagi sejarahnya, ada rumor Helena menaruh perasaan kepadaku yang jelas-jelas membuatku terlihat memanfaatkan kuasa Team Leader-ku itu. Topik yang menyinggung status Helena atau statusku kadang membuatku lebih sensitif. "Kayaknya masih, kenapa sih?"
Bram mengedikkan bahu. "Nggak sih, mungkin gue mau ngelamar Helena."
"HAH!" Aku menyemburkan air dari mulut karena ucapan Bram barusan dan sebagian sempat tertelan, membuatku tersedak seperti orang bodoh. Bram terkejut dan segera menepuk-nepuk punggungku dengan keras.
"Kenapa lo tiba-tiba keselek gitu!"
"Ya gimana!" protesku. "Gue sama lo udah lama nggak ketemu, terus tahu-tahu lo bilang mau ngelamar boss gue! Shit—" Aku mencak-mencak karena air semburan tadi membasahi sepatuku. Melihatnya, Bram malah tergelak.
"Santai bro!" ujar Bram, masih terkekeh melihatku emosi. "Makanya gue bilang ke lo dulu. Niatnya gue mau nyariin lo besok Senin, eh, malah ketemu di sini. Ya udah sekalian aja gue bilang ke lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rooftop Secret [TAMAT]
Romance-Virgo- Aku hanya ingin resign dan mencari pekerjaan dengan jam kerja lebih manusiawi. Kenapa malah ketemu laki-laki yang mau melompat dari rooftop, sih! -Ao- Aku hanya ingin mati dengan cara yang heboh. Biar orang-orang yang mengenalku akan kaget d...