CHAPTER 19 : BUDAK CINTA LEVEL INFINITY

38 10 0
                                    


~VIRGO~

Seharian ini, Indra berada di apartemenku. Ketika semalam aku bilang aku hampir pingsan di kantor, Indra ingin buru-buru kemari dari bandara. Karena aku melarangnya, pagi ini dia sudah muncul di pintu apartemen pukul enam pagi sambil membawa bubur manado kesukaanku. Wajahnya cemas, tapi omelan muncul dari mulutnya.

"Kenapa kamu nggak bilang, babe, kalau sakit? Aku kan bisa mempercepat kepulangan menjadi penerbangan paling pagi!" gerutunya sambil memindahkan bubur ayam di mangkuk.

"Nggak masalah, kok," desisku. Sementara Indra sibuk dengan buburnya, aku menyeduh teh. Indra tidak pernah menyukai kopi, tapi tidak menolak kalau untuk basa-basi dengan klien. Melihatku, Indra memelotot dan mengambil alih sendok untuk mengaduk teh.

"Sayang, duduk aja. Kamu nggak boleh banyak bergerak!"

Aku memukul lengannya. "Lebay, ah!"

Tapi Indra tidak mendengarkanku dan memilih mengambil alih semua pekerjaan di dapur, jadi aku memilih menunggunya di ruang tengah.

"Untung ada Alesha yang nganter kamu kan!" Indra masih mengomel ketika kami mulai menyantap sarapan. Urgh, dia tidak boleh tahu yang mengantarku kemarin adalah Ao. Apalagi bagian Ao menungguiku selama tertidur di apartemen. Bisa-bisa Indra menghampiri Ao dengan sebilah golok di tangannya.

Ah, bahkan keberadaan Ao saja aku belum menceritakannya ke Indra.

"Babe, kata Mami, kamu bilang kita akan ketemu vendor bulan ini?"

Topik yang tiba-tiba berubah ini membuatku kembali pusing. "Indra, kamu tadi katanya cemas sama aku, tapi tiba-tiba bahas topik berat!" gerutuku.

Indra menggaruk kepala belakangnya. "Habisnya, aku bingung karena ditodong Mami sepulang dari Manado kemarin."

"Mami udah nanyain?"

"Iya," Indra menyesap teh-nya perlahan. "Kita bahkan belum punya nama vendor yang menjadi pilihan kita."

"Tapi kita belum bahas perkara tanggal," ujarku, berusaha mengingat preferensi Mami dan mamaku perkara tanggal pernikahan. "Kayaknya aku harus nanya ulang ke Mama deh."

Indra mengusap puncak kepalaku. Hangat. "Babe, take it easy, ya. Jangan keburu-buru sama Mami. Ini acara kita, kan?"

Membalasnya, aku hanya bisa tersenyum. "Iya, Ndra. Ini acara kita. Jadi harus benar-benar dipersiapkan, ya? Minggu depan paling lambat aku akan telepon Mama."

Indra tersenyum. Ah, aku jatuh cinta lagi.

****

Kenyataannya, rencana menelepon Mama dipercepat menjadi malam ini. Indra memutuskan untuk menginap dan kami tengah bergelung di sofa sambil menonton Netflix, ketika ponselku berbunyi dan itu panggilan video dari Mama. Indra buru-buru menjauh dariku sebelum Mama mengomel kalau Indra ketahuan menginap. Yah, namanya orang tua, kan?

"Tumben Mama nelepon?"

Mata Mama memelotot di layar ponselku. "Siapa ya, yang lupa nanya kabar orang tuanya sebulan terakhir?"

Aku terkekeh. "Maaf Ma, biasalah Virgo sibuk. Gimana, Ma? Sehat?"

Mama memberengut. "Iya sehat banget sampai-sampai nggak bisa tidur karena mikirin putri satu-satunya yang sudah lama nggak pulang dan sudah lama nggak ngabarin gimana persiapan pernikahannya."

Aku sempat mencelus di dalam hati ketika topik pernikahan disebut, tapi jelas pandangan Indra yang menguatkanku dari balik ponsel membuatku tetap melanjutkan percakapan ini.

Rooftop Secret [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang