CHAPTER 24 : SERANGAN MASA LALU

31 8 0
                                    


~AOZORA~

Saskia menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan mata membulat. Atau lebih tepatnya dia sedikit kaget melihatku di tempat ini. Sebenarnya, aku hanya tak ingin langsung pulang ke indekos setelah kembali dari apartemen Virgo. Kebetulan tempat ini adalah langgananku mampir bersama cewek-cewek yang kukencani sebelum ini. Tempatnya tidak terlalu jauh dari indekos, jadi tak perlu khawatir kalau pulang kepagian.

"Ao, sama siapa ke sini?" Saskia mengekoriku menuju meja bartender.

"Nggak sama siapa-siapa. Ngapain lo ngikutin gue?"

"Karena lo sendirian, nggak ganggu dong harusnya."

Aku mengabaikannya dan memesan minuman pada Revan, bartender malam ini. The Muse selalu menjadi tempatku nongkrong, sampai-sampai Revan hafal minumanku.

"Arez sama Ika nggak ke sini?" tanyaku, berbasa-basi pada Revan. Arez adalah pemilik bar ini, sedangkan Ika dan Revan adalah teman dekatnya. Kami bertiga berkenalan karena waktu itu aku datang bersama teman Ika yang juga sama-sama model.

Revan menyodorkan minumanku dan mulai menanyai Saskia. "Lagi ke Padang si Arez, pulang kampung. Ika sih kalau nggak ada Arez, bakalan jarang ke sini juga."

"Kesambet apaan tuh anak tiba-tiba pulang kampung?" ujarku, masih dalam usaha mengabaikan Saskia yang setia memelototiku.

Revan menaikkan satu alisnya saat mengangsurkan gelas Saskia. "Kalian tuh dateng barengan, tapi malah kayak orang berantem sih? Sayang, nona cantik gini dicuekkin."

"Kami nggak dateng barengan. Gue ke sini sendiri," ujarku, meluruskan situasi.

"Hai, gue Saskia, temennya Ao." Tiba-tiba Saskia menyodorkan tangannya ke arah Revan yang diterima cowok itu dengan senang hati. Buaya jantan sama buaya betina kalau ketemu langsung klop gitu ya, baru tahu.

"Nah, nona Saskia, kenapa temen lo rese banget sama lo? Lagi PMS dia?" ledek Revan, membuatku mencibir.

"Ya udah deh, Van. Lo aja yang nemenin Saskia, gue mau cari meja lain." Aku sudah hampir berdiri menjauhi mereka, ketika menyadari Saskia juga ikutan berdiri. "Nggak usah ngikutin gue melulu, kenapa sih!"

Saskia memberengut. "Kenapa sih lo kayak jijik banget lihat gue! Gue udah minta maaf dan lo malah pergi gitu aja, terus gue yang masih salah?"

Aku mendelik. "Wah kacau banget pikiran lo, Sas! Dipikir kesalahan waktu itu selesai cuma karena lo minta maaf. Sorry gue bukan orang yang pemaaf, gue pendendam!"

"Gue nggak akan pernah pergi kalau lo belum maafin gue!" pekik Saskia, di tengah ingar bingar musik Muse malam itu. Kami berdua masih berdiri tak jauh dari meja bartender, tak juga berniat duduk karena aku malas diikuti oleh Saskia.

"Sudahlah, gue nggak mau berhubungan lagi sama lo, capek hati gue."

"Ao, gue akan ngikutin lo terus. Apa yang harus gue lakukan biar lo maafin gue? Biar lo tahu, gue itu pergi dengan penyesalan dan hidup nggak tenang selama ini karena ninggalin lo."

Aku menatap Saskia tepat ke manik matanya. Ya, seharusnya dia yang membantuku melewati masa sulit itu. Dia sudah berjanji, tapi dia yang mengingkarinya. Dulu aku yakin dapat bertahan hidup ketika Saskia membantuku melewati semuanya. Perbuatan Jeremy menimbulkan luka yang cukup dalam di tubuh maupun pikiranku. Seharusnya Saskia ada saat itu. Seharusnya, dia menepati janjinya.

"Lo pernah tahu nggak, gue mengunjungi psikiater setahun setelah lo pergi?"

Mata Saskia membelalak. Ah, matanya benar-benar indah, dan aku pernah jatuh hati karenananya. Lalu dihempas dengan janji manisnya yang tak ditepati.

Rooftop Secret [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang