𝟿

24 7 0
                                    

"KAMU BISA GAK SIH GAK CEROBOH??? DOKUMEN INI SANGAT PENTING!!! DAN KAMU MENUMPAHKAN KOPI KE DOKUMEN BEGITU SAJA???" Bentak sang ayah.

Kebetulan hari ini Bibi Ina tidak datang kerja karena harus mengurus putranya yang sedang sakit. Biasanya Bibi Ina akan segera melerai pertengkaran mereka. Bahkan Biyan belum pulang kerja. Namun untuk hari ini sepertinya Yoselin harus menghadapi amarah kedua orang tuanya sendirian.

"Maaf, Selin gak sengaja."

"Udah berapa kali kamu ceroboh? Huh? Kamu gak bosen terus-terusan dimarahin?" Sang ibu pun ikut memarahi putrinya.

"Jujur Selin bosen dimarahin. Iya tahu Selin orangnya ceroboh. Tapi cerobohnya Selin itu karena banyak pikiran. Selin banyak pikiran itu karena papa sama mama setiap hari selalu marahin Selin! Bisa gak sih mama sama papa sehari aja gak marahin Selin?"

Prang!

Sang ayah melempar cangkir ke sembarang arah. Nafas sang ayah memburu. Sang ibu menenangkan sang ayah.

"Kamu berani sama orang tua kamu? Papa sama mama marahin kamu buat benerin kamu! Coba kamu lihat di luar sana, anak-anak yang gak punya orang tua. Kamu masih enak lho masih ada papa sama mama!" Sang ibu kembali memarahi.

"Kalau boleh milih, lebih baik Selin jadi anak-anak yang gak punya orang tua daripada punya orang tua seperti mama dan papa!"

"Dasar anak tak tahu diuntung!" Tangan sang ayah terangkat ke atas siap untuk menampar pipi Yoselin. Yoselin yang mengetahui hal itu hanya memejamkan kedua matanya, pasrah jika pipinya nanti kena tampar oleh ayahnya.

Yoselin yang tak merasakan apa-apa pun membuka kedua matanya. Ternyata Biyan menahan tangan sang ayah. Beruntung Biyan pulang tepat pada waktunya. Jika tidak, Yoselin sudah kena tampar oleh papanya. "Papa nggak perlu main tangan."

"Minggir kamu! Kamu nggak usah ikut campur!" Usir sang ayah kepada Biyan. Sang ayah berusaha melepaskan tangan nya dari cengkeraman putra nya, namun Biyan tak membiarkan sang ayah melepaskan tangan nya.

"Biyan bakal ikut campur kalau sampai papa main tangan ke Selin. Papa boleh marahin Selin, tapi tidak dengan main tangan! Kalau mau main tangan, ke Biyan aja. Jangan ke Selin!" Biyan melepaskan tangan sang ayah dari cengkeraman nya.

"Jadi, apa yang ditumpahin Selin? Biar Biyan yang ganti."

Sang ayah melempar map berisi dokumen ke arah Biyan. Untung saja Biyan dapat menangkap map tersebut dengan baik sebelum map tersebut mengenai muka nya.

"Kamu ganti dokumen itu!" Setelah mengatakan itu, sang ayah pergi dari ruang televisi. Diikuti oleh sang ibu. Biyan memandang kedua orang tuanya kemudian menghela nafas perlahan.

"Hiks hiks."

Biyan menoleh ke arah adiknya yang menangis. Biyan langsung memeluk adiknya. Hal itu membuat air mata Yoselin mengalir semakin deras. Biyan mengelus-elus kepala adiknya.

"Gua capek, Bin... Hiks hiks."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang