Six

1.4K 233 19
                                    

Sudah semingguan ini hubungan Kiara dan Jendral semakin dekat, semuanya tak sesuai ekspetasi Kiara, ia pikir pertemuannya dengan Jendral hanya sekedar pertemuan biasa, tetapi nyatanya mereka berdua malah terlihat akrab sekarang. Setelah lelah bekerja seharian, kini ia bisa puas berbaring di ranjangnya yang empuk bagaikan kapas.

Sebelum ia memejamkan matanya, ia melihat sebuah buket bunga yang beberapa minggu lalu Jendral berikan untuknya saat ia wisuda. Senyumnya terukir begitu saja setelah mengingat kejadian itu. Aneh rasanya, ia sendiri tak menyukai bunga, tapi mengapa buket bunga itu masih ia simpan? Bahkan ia pun merawatnya. Mengingat wisudanya, ia jadi teringat akan pernikahan Windy dan Narendra yang kalau tidak salah akan dilaksanakan beberapa minggu lagi.

Kiara beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju meja belajar yang sudah berganti menjadi meja kerjanya itu. Ia mengambil undangan itu lalu melihat tanggal. Ia tersenyum tipis. "Bentar lagi ya, Win."

Dulu saat masih duduk di bangku SMA, Windy dan Kiara sering berandai mereka akan selalu bersama sebagai seorang sahabat. Apalagi saat khayalan mereka memuncak, mereka berjanji akan membantu satu sama lain saat akan menjalankan sebuah pernikahan dengan pasangannya masing-masing.

Air mata Kiara menetes begitu saja saat mengingat kenangan itu. Ia sangat merindukan sosok seorang Windy Anindya. Bukan, bukan sebagai kekasihnya. Namun, sebagai seorang sahabat yang selalu ada untuknya.

Ia mengusap air matanya pelan, tak ada gunanya menangisi hal yang terlanjur terjadi. Lebih baik ia mempersiapkan diri untuk datang ke acara pernikahan itu nanti. Kiara membuka lemarinya, kemudian mencari-cari baju yang tepat untuk sebuah acara pernikahan, tetapi hasilnya nihil.

"Masa gak ada sih?" gumamnya sambil mengacak rambutnya frustasi. Lagian bagaimana mau ada? Sehari-hari ia hanya menggunakan kaos dan jaket, jika bekerja juga ia hanya menggunakan kemeja dan pakaian formal lainnya saja. Baju bermodel gaun tidak mungkin tercatat di kamus hidupnya.

Drrttt! Drrttt!

Ponsel Kiara berdering, lantas ia segera mengangkatnya. Ia mendapatkan panggilan video dari Jendral.

"Hai, Ra!" sapa Jendral dari sebrang sana sambil melambaikan tangannya.

"Iya Jen, kenapa?"

"On cam dong," pinta Jendral sambil cemberut.

"Enggak ah," tolak Kiara sembari berkaca di cermin, matanya terlihat sedikit sembap.

Jendral memutar kameranya untuk menunjukkan keadaan di sekitarnya, rupanya ia masih berada di kantor sekarang.

"Lembur lagi Jen?" tanya Kiara memastikan. Jendral memutar kembali kameranya, lalu mengangguk.

"Jangan dibiasain ah," peringat Kiara tegas.

"Makanya on cam dong, biar semangat."

Kiara menekan tombol kamera agar kameranya aktif. Jendral tersenyum saat melihat wajah cantik pujaan hatinya. Namun, sedetik kemudian senyumnya hilang.

"Mata kamu sembap, Ra."

Perkataan itu tak Kiara respon, Jendral kembali tersenyum untuk menyemangati Kiara. "Kalo mau cerita, cerita sama saya ya," katanya lembut.

"Makasih, Jen."

"Besok kosong, Ra?" tanya Jendral mengubah topik, Kiara mengangguk sebagai jawaban.

"Jalan yuk!" Jendral bersemangat.

"Lo kan sibuk, Jen."

Jendral menggeleng. "Enggak, Ra. Ini udah terakhir, saya ngerjain pekerjaan untuk dua hari kedepan, biar ada waktu sama kamu."

Somebody || JenRinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang