"Jadi bagaimana menurutmu, Shikamaru-kun?"
Shikamaru menatap Hinata. Jarinya mengetuk-ketuk meja di depan mereka. Saat ini Shikamaru dan Hinata tengah duduk bersisian di depan teras rumah Kurenai. Hanya berdua di malam sunyi diiringi suara-suara jangkrik yang bersahutan.
Kurenai telah lama meninggalkan mereka untuk menemani Mirai tidur. Dan nampaknya, ibu tunggal itupun ikut terlelap dan melupakan dua muridnya yang masih berada di rumahnya.
Shikamaru tidak menyangka jika waktu yang dimiliki mereka berdua saat ini digunakan Hinata untuk curhat padanya seputar percintaan. Tentang kebimbangannya soal perasaannya pada si bocah pahlawan desa.
Dan Shikamaru lebih tidak menyangka jika dirinya tanpa perasaan terpaksa mendengarkan segala keluh kesah gadis itu dengan hikmat.
Shikamaru ingin terus melihat ekspresi gadis itu kala bercerita. Ketika dia tersenyum dengan pipi bersemu, atau ketika dia cemberut sedih, dan ketika dia sedikit merasa kesal. Ekpresi yang bisa Shikamaru tebak dengan mudah. Karena Hinata seperti buku terbuka yang gampang sekali terbaca.
"Apa yang membuatmu tiba-tiba meragukan perasaanmu?" Shikamaru mulai menyenderkan kepalanya menumpu pada tangan kanannya dan memberikan perhatian penuh pada gadis itu.
Hinata menggeleng. "Entahlah, aku hanya tidak bisa membedakannya. Apa itu cinta atau hanya perasaan ingin terus mendukungnya."
"Aku punya ide." Shikamaru menegakkan tubuhnya.
Hinata menjadi lebih antusias, karena tahu Shikamaru pasti bisa membantunya dengan kepintarannya itu.
"Bagaimana jika kau berkencan denganku."
"Eh?"
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredicted ✔
Fanfiction[SHIKAHINA - FANFICTION] [FANON] Shikamaru ahli berstrategi, dia ahli membuat rencana pertarungan dan mampu memprediksi apa yang harus dilakukan nanti, bahkan untuk rencana kehidupannya di masa depan. Tapi, ada satu hal yang tak pernah ia sangka, ba...