Malamnya Lisa sedang memainkan laptopnya sambil menonton drama Korea favoritnya. Di rapatkannya selimut yang dia pakai karena AC kamar yang dia matikan tadi masih mengeluarkan hawa dingin. Sedang asyik-asyiknya menikmati drama, ketukan di pintu kamarnya terdengar. "Masuk." Lisa menyahut sambil membuka selimutnya. Pintu terbuka dan memperlihatkan maid paruh baya yang sudah lama bekerja dengan Jisoo. Dia membungkuk hormat pada Lisa dan dibalas olehnya.
"Nona, makan malam sudah siap." Kata maid itu dengan lembut.
Lisa mengangguk dan menutup laptopnya. Dia langsung keluar dari kamarnya dengan langkah pelan. Seperti biasa. Jisoo selalu tiba lebih dulu di meja makan. Tablet tidak pernah lepas dari genggamannya. Jisoo seakan tidak pernah lelah bekerja. Sepulang pesta atau bekerja di perusahaan dan mengontrol restorannya, pasti dia akan bekerja lagi sampai larut malam. Jisoo benar-benar gila kerja. Bahkan dia pernah memergoki Jisoo berada di kamar kerjanya seharian dan tidur disana dalam posisi duduk. Sebegitu gilanya kah dia saat bekerja? Batin Lisa. Jisoo mengunci tabletnya dan menatap Lisa yang masih berdiri mematung sambil menatap ke arahnya. Jisoo menghela nafasnya melihat tingkah Adiknya yang semakin aneh.
"Kamu mau makan atau tetap diam disana sampai makanan ini dingin?" Sentak Jisoo dan mampu membuyarkan lamunan Lisa.
"Ah nde Eonnie. Mian." Sahut Lisa lalu cepat-cepat duduk di hadapan Jisoo.
"Silakan susunya Nona muda." Salah satu maid membawakan susu coklat untuk Lisa.
"Kamsahamnida."
Mereka pun mulai makan dengan santai. Sesekali Lisa melirik ke arah jari manis Jisoo. Memastikan cincin darinya dipakai atau tidak. Dan ternyata cincin darinya masih dipakai. Ada rasa lega di hati Lisa. Tapi juga takut. Dia kembali teringat kecelakaan yang menimpa Jisoo akibat cincin darinya yang entah bagaimana mungkin terlepas hingga membuat Jisoo mengalami kecelakaan dan pergi untuk selamanya. Dan Lisa tidak mau itu terjadi lagi. Gadis berponi itu ingin melindungi Jisoo. Atau lebih tepatnya menyelamatkan Kakaknya dari kecelakaan itu. Mungkin aku bisa mulai dari hal kecil. Seperti cincinnya. Batin Lisa.
"Besok aku pulang jam 10 malam. Jangan lupa kunci pintunya. Aku bawa kunci cadangan." Kata Jisoo.
"Nde Eonnie."
Tak ada lagi percakapan. Jisoo bangkit lebih dulu sambil membawa tabletnya. Suara dering Smartphone memecah keheningan. Jisoo mengangkat teleponnya lalu cepat-cepat naik ke lantai 2 untuk kembali bekerja. Lisa hanya menatap punggung Kakaknya yang semakin menjauh. Lisa ingat saat pertama kali dirinya bertemu dengan Jisoo. Saat itu dia masih bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran chicken yang cukup terkenal. Dia tidak menyangka kalau pemilik restoran itu adalah Jisoo. Cukup sering Lisa mendapatkan cemoohan dan bentakan dari para pengunjung padahal kesalahan yang dia lakukan bisa dibilang sangat sepele. Mungkin karena mereka terbiasa dimanja orang tua. Lain denganku yang hidup miskin sejak lahir. Batin Lisa saat itu. Kepalanya berputar ke kenangannya saat itu yang tidak akan pernah bisa dia lupakan.
Flashback
Seorang wanita muda tampak sedang berjalan santai sambil merapatkan jaket tebal yang dia pakai untuk melindunginya dari cuaca dingin yang sedang melanda. Dari semua cuaca Lisa sangat benci musim dingin. Dia sama sekali tidak bisa tahan dan sering memakai penghangat ruangan di rumah sederhananya. Dan sialnya dia lupa membawa hotpack karena dia terburu-buru pagi tadi. Tangannya pun serasa membeku dan Lisa berusaha sekuat tenaga melawan hawa dingin. Sekarang belum turun salju tapi sudah sedingin ini. Keluh Lisa dalam hati.
Akhirnya dia sampai di restoran tempatnya bekerja dan mulai absen. Bisa dilihat olehnya bila Bos restoran sedang menatapnya dengan tatapan mata yang tidak bersahabat. Terkadang dia heran pada Bosnya. Jika dengan karyawan lain, Bosnya terkesan ramah dan tenang. Bahkan tak segan-segan memberikan uang ekstra untuk para pekerjanya yang lain. Lain dengannya yang selalu mendapat cacian dan makian. Bahkan dia sering dipermalukan saat restoran sedang ramai. Sebenarnya dia ingin sekali berhenti dari restoran ini dan mencari pekerjaan lain. Tapi gajinya sangat sedikit. Bahkan untuk sewa apartemen saja masih kurang saat dia hitung. Jadi terpaksa dia bertahan hingga tabungannya cukup untuk dirinya kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Memutar Waktu
Fiksi PenggemarBenar kata banyak orang. Kita akan merasakan orang itu berharga saat dia sudah pergi dari kita. Tapi jika bisa, apa aku bisa memutar waktu untuk menebus kesalahanku?