"Hoam.......!!". Can terbangun dari tidurnya yang begitu nyenyak dan nyaman.
"Ah.... kenapa rasanya tubuhku bugar sekali ya?. Padahal tadi malam aku dibanting habis habisan oleh p'tul". Dia merasa tubuhnya sangat ringan dan berenergi.
"Oh?. Tin tak pergi kuliah?". Pikir can mendapati tin tidur diatas tubuhnya.
"Kenapa wajahnya sangat pucat?. Apa tin sakit?". Can segera menyentuh kepala tin dan mendapati tubuh tin cukup panas.
Merasa khawatir, can berniat keluar dan mencari seseorang
Dia beranjak dari kasur.
Tapi ketika dia melewati cermin, langkahnya terhenti.....
"Tunggu.....". Can yang hampir menyentuh gagang pintu kembali mundur dan menatap ke arah cermin.
"Oh damn.....". Dia mendapati mata hitam legam bagai mata iblis itu muncul.
Dengan cepat can menoleh dan menatap ke arah tin.
"Shit!. Jangan bilang aku menyerap energi tin tanpa sadar?. Oh sial!".
Can terlihat panik sembari menggigit kuku dijari jarinya.
Dia berjalan maju dan mundur untuk memutar otaknya.
"Bagaimana ini?. Tin tak mungkin bisa bangung setidaknya dalam sehari. Meski tak mati tapi dia terlalu lemah dan butuh perawatan untuk cepat pulih. Tapi apa yang harus ku lakukan?. Aku harus pakai alasan apa?".
Can segera memeriksa kondisi tin kembali.
"Tin.... tin... bangun... kau baik baik saja?". Can mencoba membangunkan tin namun gagal.
Tin bahkan tak bergerak sedikitpun. Bahkan tidak kelopak matanya.
*knock* * knock*
Pintu kamar tin diketuk dari luar
"Tuan muda..... sudah waktunya makan". Seorang pelayan mengetuk pintu untuk mengingatkan mereka makan.
Can melihat jam dimeja dan mendapati angka sembilan di jam digital itu.
"Bagaimana ini?. Paman mungkin sudah berangkat kerja. Tapi bibi pasti sudah menunggu kami makan bersama". Can semakin gugup.
Dia tak tau apa yang harus dia lakukan saat ini.
Dia sungguh tak ingat menarik energi dari tin. Yang dia ingat hanya ketika dia terbangun karena suara alarm diponsel tin dan dia telah membangunkan tin lalu kembali tidur.
Tapi mengingat tin terikat dengannya sebagai orang yang telah menghidupkannya, menarik energi tin untuk kepentingan pribadinya bukanlah hal yang sulit baginya.
Bahkan dalam keadaan tak sadar pun dia bisa melakukan hal itu.
Dan itulah yang menjadi letak permasalahannya. Rumah itu bukan rumahnya yang dia bisa dengan bebas melakukan apapun yang dia mau.
Disana dia dipantau dan diawasi.
Satu saja hal janggal terjadi dirumah itu, maka can akan menjadi tersangka tunggalnya.
*knock* *knock*
"Tin...., can...., apa kalian sudah bagun?".
Kali ini nyonya medhtanan yang memanggil mereka.
"Shit!".
Can semakin panik.
Tanpa sadar kaki can berjalan menuju kasur dan tangannya sudah mencengkram leher tin.
"Jika tin mati sementara maka mereka akan berpikir dia masih tidur kan?".
*plak!*
Can menampar wajahnya sendiri.