"Can...".
"Hmn?".
"Aku sudah selesai menyewa satu kamar. Ayo...".
"......... Satu kamar?". Can sejenak terdiam kemudian dia bertanya dengan canggung.
".......". Tin terdiam ketika menyadari isi pikiran can. "Jika kau keberatan, aku akan menyewa satu kamar lagi". Tin segera berjalan menuju bagian reservasi.
"Tidak perlu tin. Tidak masalah". Can tersenyum.
Dia sungguh tak keberatan tidur sekamar bersama tin. Dia hanya merasa sangat canggung setelah ciuman mereka dibus sebelumnya.
Yah, ketika itu jam menunjukkan pukul 11 malam dan kedua remaja itu baru saja tiba ditempat asing yang belum pernah mereka datangi.
Setelah berputar putar tanpa arah dengan bus, akhirnya mereka berhenti ditempat dimana halte bus terakhir berada.
"Huft......". Can menghela dikasur yang cukup besar dikamar hotel itu setelah membersihkan dirinya.
"Can, makan dulu". Tin masuk ke kamar membawa makanan dan meletakkan semua makanan itu dimeja.
"Tin, apa kau sudah menghubungi kedua orang tuamu?". Tanya can sembari mengunyah makanannya.
"Hmn. Mereka tau aku bersamamu".
Sejenak mereka diam dan fokus mengunyah makanan mereka.
"Mereka tidak marah kau tiba tiba menghilang?".
"Biasanya marah. Tapi setelah ku katakan aku bersamamu, ibuku tak mempermasalahkan hal itu".
"Oh, Syukurlah". Ucap can kemudian percakapan mereka berhenti disitu.
"Shit...!. Ini sangat canggung!". Teriak can dipikirannya.
Bagaimana tidak?.
Semua terjadi begitu cepat.
Rasanya baru kemarin mereka saling membenci, tapi hari itu mereka malah berciuman bagai sebelumnya tak ada masalah diantara mereka.
"Tapi apakah ini artinya tin menyukaiku?. Apakah kami saling menyukai?". Can masih tenggelam dalam pikirannya.
"Bagaimana kabarmu selama dua minggu ini can?". Tanya tin mencoba mencairkan suasana.
"Hah?. Oh.... baik. Aku menginap dirumah pamanku".
"Ae tak menemuimu?".
Can sejenak diam.
"Hmn". Dia menggelengkan kepalanya. "Kami belum berbaikan. Apa dia menemui mu?".
"Tidak". Jawab tin dia menundukkan wajahnya memulai makan.
"Bagaimana denganmu?. Apa yang kau lakukan selama dua minggu ini?". Kini giliran can bertanya.
"Banyak. Tapi.... itu tidak penting". Tin tersenyum canggung.
"Apa ini hanya perasaanku saja?. Kenapa dia sejak tadi menghindari mataku?. Apa dia menyembunyikan sesuatu?". Pikir can, dia kembali pada dirinya yang tak pernah bisa mempercayai siapapun.
"Can.....". Ketika can tenggelam dalam pikirannya, tin menyentuh tangan can.
*deg!*
Dada can mengerat terkejut.
Dia menatap tangannya yang digenggam erat oleh tin.
Dia tak bisa menyembunyikan ekspresi gugup diwajahnya yang sudah merona merah.
"Sekali lagi, aku minta maaf atas perbuatannku na?. Aku tau aku tak bisa mengatur hidupmu, tapi niatanku hanya agar kau baik baik saja. Aku.... aku tak bisa membohongi perasaanku. Aku merasa sangat marah ketika kau menganggap perhatianku sebagai hal yang mengganggumu. Tapi perlu kau ketahui... aku...aku perduli padamu".