Braga mendengarkan semua ucapan Dinda dan Xion, ia mengepalkan tangannya menahan amarah, setelah mendengarkan percakapan dua sejoli itu.
Jika tahu hal ini yang akan Braga ketahui, lebih baik ia akan membiarkan buku tulisnya untuk bermalam disekolah.
Braga sudah tidak ingin ikut campur dengan urusan Dinda maupun Xion. Namun menurutnya ini sudah kelewatan, bagaimana mungkin orang yang 'katanya' cinta melakukan hal yang tidak senonoh itu.
Braga menyenderkan tubuhnya di tembok, ia bingung harus bagaimana, jika ia ikut campur mungkin hal yang lebih buruk bisa terjadi kepada Dinda. Tapi, ia juga tak bisa terus-terusan melihat Dinda seperti itu.
Braga melangkahkan kakinya, menjahui tempat itu. Semoga ini adalah jalan yang terbaik yang bisa Braga lakukan.
Dinda melihat bayangan yang melintas di luar kelas, ia tahu bahwa itu bayang milik Braga. Namun Dinda harus sadar diri, bahwa Braga sudah tidak ingin ikut campur dengan urusannya dan Xion.
Dinda menundukkan kepalanya, bukan hanya karena perasan sedih setelah mendengar perkataan dan juga perlakuan Xion terhadap dirinya, tapi juga perasaan malu kepada Braga. Dinda yakin bahwa Braga mendengar semua yang dikatakan oleh Xion.
Air mata Dinda sudah menggenang di matanya, tapi Dinda berusaha menahan tangisnya, jika Xion melihatnya menangis pasti Xion akan menghukumnya.
Dinda berusaha menetralkan nafasnya, lalu mengedip-ngedipkan matanya.
"Dinda nangis?" Tanya Xion
Dinda menatap Xion.
"Enggak, Dinda gak nangis"
Beruntung sekali Dinda bisa menahan tangisannya.
"Yaudah yuk, pulang"
Dinda hanya mengangguk.
Xion segera menggendong Dinda, lalu meletakan tubuh Dinda di kursi roda, dan Xion segera mendorongnya.
Keadaan sekolah sudah sepi, hanya ada beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang masih berada di sekolah.
Lorong demi lorong sudah mereka lewati sampai kini langkah mereka harus terhenti, karena ada sebuah bola yang menggelinding dan berhenti tepat di hadapan Dinda.
Dinda mengambilnya, lalu mengedarkan penglihatannya.
"Buang asal aja" ucap Xion.
Dinda mengangguk.
Saat Dinda akan membuang bola itu dengan asal, penglihatannya tertuju pada kata yang berada di bola itu.
"Semangat!"
Dinda tersenyum, lalu membuang bola itu.
Dinda tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya, ia tahu bahwa yang menulis itu adalah Braga.
"Braga tidak benar-benar meninggalkannya" sekiranya itulah yang kini Dinda pikirkan.
Xion segera membuka pintu mobilnya, lalu menggendong Dinda untuk duduk, sedangkan Xion kini melipat kursi roda, lalu memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
Ia segera duduk di kursi kemudi, lalu memasangkan seat belt untuk Dinda.
Xion memasangkan seat belt untuk dirinya, dan segera melajukan mobilnya. Saat mobil melaju Dinda menangkap sosok Braga yang sedang tersenyum.
Tbc...
Jangan lupa buat di vote, komen, dan share💜
Karena adanya kuota malam, jadi aku menemani sahur kalian.
Kalian team #XionDinda atau #BragaDinda nih?
See you in the next part🥰
2022,
Daydip.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Obsessed [21+]
RomanceUntuk pertama kalinya seorang Adinda Khumaira, lebih memilih mati dibandingkan harus terus bersama seorang Xion Adiguna. Obsesi Xion yang selalu menjadikan Adinda sebagai miliknya membuat Adinda tersiksa. "Xion, udah beli Dinda! Jadi Dinda harus nur...