26. Perpisahan Terkonyol

1.9K 174 30
                                    

          Pagi-pagi sekali, yang harusnya para bujang Mami Mesha dan Papi Vik belum bangun dari perjalanan menjemput mimpinya, kini keenamnya tampak sudah berkumpul di ruang tengah dengan wajah mengantuk parah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Pagi-pagi sekali, yang harusnya para bujang Mami Mesha dan Papi Vik belum bangun dari perjalanan menjemput mimpinya, kini keenamnya tampak sudah berkumpul di ruang tengah dengan wajah mengantuk parah. Jendra yang duduk di antara duo bontot, harus merelakan pundaknya menjadi sandaran bagi dua anak itu.

Meski memang enggak sanggup mengeluh, tapi Jafar dan Sergin dapat melihatnya menahan pegal karena tak dapat bergerak sedikit pun dari posisinya. Sebab, beberapa menit silam, ia sudah mendapat gebukan cukup keras karena harus menggaruk punggungnya yang gatal, jadi memang lebih baik tak bergerak sama sekali kini.

Andai kalian dapat duduk bersama di sana, kalian akan memahami kenapa Jafar dan Sergin sedari tadi menahan tawa mereka setiap kali memandang ke arah Jendra. Cowok itu tampak sangat tersiksa; harus menahan kantuk, menahan pegal di seluruh badan, serta menahan diri supaya enggak membuat pergerakan.

Tapi meski begitu, Jafar dan Sergin enggak dapat membantunya. Bisa-bisa mereka turut mendapat gebukan yang sama karena duo bontot membawa bantal sofa saat ini. Sano yang sebelumnya menawarkan diri untuk menggantikan posisi Jendra saja sudah terkena tendangan di tulang keringnya oleh Jovan yang mengulet. Entah apa yang mungkin terjadi pada mereka selanjutnya kalau masih bersikeras.

Satu-satunya orang yang berhasil menyelamatkan Jendra hari itu hanyalah kehadiran Hesa yang tampak terkejut bukan main saat menemukan adik-adiknya berkumpul di ruang tengah—entah dari pukul berapa. Sepasang mata sontak berkaca-kaca begitu mengudarakan tanya, "Kalian ngapain di sini? Masih pagi banget, tahu enggak?"

Keempat yang terjaga lekas berdiri, mengakibatkan Jovan dan Riki hampir saja saling terantuk kepala masing-masing setelah Jendra sukses menyingkir dari tengah-tengah mereka. Hal itu enggak sempat terjadi karena Riki lebih dulu melompat ikut berdiri (meski setelahnya terhuyung-huyung lantaran nyawanya belum genap terkumpul), sedangkan Jovan berjengit terkejut usai tubuhnya terkulai menghantam alas sofa.

"Kita mau kasih salam perpisahan buat Abang," jawab Jafar mewakili semuanya.

Semakin saja Hesa merasa terharu mendengar alasan yang diungkapkan adiknya itu. Ia tak dapat menahan lengkung senyum terpulas lebar dari ceruk bibirnya. Bangga sekali rasanya terhadap mereka.

Setelah semalam membahas jadwal keberangkatannya ke tempat KKN dan dengan resmi berpamitan—karena tahu jika mereka enggak mungkin bangun pagi-pagi sekali begini—Hesa pikir akan sangat sepi di rumah saat kemudian ia harus berangkat menuju ke kampusnya pagi ini. Tapi kejutan sekali melihat mereka berkumpul begini, berusaha menahan kantuk, hanya untuk memberinya salam perpisahan.

"Abang di sana baik-baik, ya? Jaga kesehatan! Vitaminnya udah dibawa 'kan, Bang?" ujar Sano, menyentuh koper yang berada di dekat Hesa. Anak laki-laki itu memerhatikannya dengan seksama meski nyatanya enggak dapat melihat sampai ke dalamnya. Tapi saat kemudian menerima anggukan pelan dari si abang, Sano akhirnya memulas senyum lebar-lebar.

"Makasih, ya, udah ingatin Abang. Vitaminnya udah Abang bawa, semua perlengkapan udah masuk ke koper. Aman!"

"Abang bawa sikat gigi, 'kan? Jangan sampai enggak sikat gigi di sana," celetuk Riki tiba-tiba.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BUNGSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang