Cinta bukanlah tentang berapa lama kamu mengenal seseorang, melainkan tentang seseorang yang mampu membuatmu tersenyum sejak saat kamu mengenalnya.
~~oOo~~
Kamala menghela napas berat. Jarinya mengucek mata mencoba meredakan rasa pedas dan perih di sana."Itu orang kenapa suka menyendiri melulu, sih? Mana sok banget pas rapat lagi."
"Sok gimana?"
"Aduh, tadi dia tuh, nentang bos gitu. Sok-sokan nolak naskah yang udah dipilih sendiri sama bos."
"Hah? Masa dia seberani itu?"
"Iya. Ini juga nggak sekali-dua kali dia gitu. Pokoknya kalau ketemu naskah yang nggak cocok di dia, pasti mulutnya lemes banget buat protes.
Telinga Kamala memerah. Tangannya langsung menyambar pensil dan meremasnya kuat-kuat. Benda itu patah jadi dua dengan suara mengenaskan.
"Mulut kalian juga lemes banget kalau ngegunjing orang," gerutu Kamala lirih.
Untungnya kubikel tempat dia bekerja berada di paling pojok ruangan dan berdinding cukup tinggi. Sialnya, lokasi kubikel Kamala juga pas di samping dispenser. Otomatis dia harus menabahkan diri karena sering jadi pusat lalu lalang orang-orang.
"Lagian kenapa juga ngambil naskah beginian?" Kamala menghela napas lagi.
Dibuangnya pensil yang sudah patah jadi dua. Wanita itu lantas menyambar tetikus dan mulai menutup halaman dokumen yang terbentang di layar.
"Mentang-mentang sekarang sedang booming romansa erotis, bos main terima naskah sembarangan aja. Ini juga udah jelas bukan romansa erotis, tapi naskah porno."
Kamala merapikan barang-barangnya. Dia menyampirkan tas laptop di bahu lantas berjalan pergi meninggalkan kantor. Kolega-kolega yang tadi menggunjing Kamala sudah tidak terlihat batang hidungnya.
"Kerja di kantor bikin nyesek aja. Apa aku resign dari sini aja, ya?" Kamala berpikir-pikir.
"Tapi kalau aku resign, adek-adek panti nggak ada yang bantu sekolah. Mana donatur sekarang lagi seret pula."
Bahu Kamala lunglai. Langkahnya tak bersemangat. Menjadi tulang punggung keluarga memang sama sekali tak mengasyikkan.
Perjalanan wanita itu berakhir di depan sebuah kafe baru yang letaknya hanya dua ratus meter dari kantor. Kepala Kamala meneleng melihat fasad kafe yang sangat hijau.
"Teduh."
Hanya itu komentar yang muncul dari mulutnya. Kamala memutuskan di sanalah dia akan mulai merenovasi naskah stensilan yang sudah dibebankan si bos padanya.
Sayangnya kedamaian belum sepenuhnya berpihak pada wanita itu. Saat Kamala selesai memesan makan siang, kepiting soka telur asin dan jus buah campur segar, dia langsung bertabrakan dengan seseorang yang sangat ingin dihindarinya di dunia.
"Kama?"
Telinga wanita itu langsung tegak berdiri. Rahang Kamala mengencang. Senyum dipaksakannya muncul di wajah. Gagal. Alhasil muka Kamala jadi jelek saat ini.
"Nando," sapa Kamala dalam nada dingin.
"Wah, udah lama nggak ketemu, ya? Lo apa kabar?"
Buruk.
Kamala menjawab dalam hati. Namun, yang keluar dari bibirnya hanya sebuah pengkhianatan berkedok basa-basi.
"Baik," jawab Kamala ringkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blasio Note
SpiritualBagaimana jadinya bila seorang penulis tidak mampu menulis lagi? Kamala adalah seorang editor sekaligus penulis dengan gangguan kecemasan akut. Penderitaannya makin bertambah setelah dokter memvonis wanita muda itu menderita ablasio retina. Putus as...