Ingatlah ....
Setiap gelap selalu bersanding dengan cahaya. Setiap kesedihan akan berakhir dengan kebahagiaan.
~~oOo~~
“Lepas!”
Kamala berontak sekuat tenaga. Namun, lengan yang merengkuhnya jauh lebih kuat. Tenaga femininnya kalah telak dibandingkan pria itu.
“Nggak akan aku lepas.”
Kamala masih meronta-ronta. Namun, Dion sama keras kepalanya dengan wanita itu. Dia tidak mengendurkan pelukannya sama sekali.
Lalu mulut Dion mendaraskan doa-doa pelunak hati. Al-Fatihah dilantunkannya pelan di telinga Kamala. Pria itu terus melakukannya tanpa putus asa. Hatinya berserah pada Allah, pasrah akan rencana yang Dia berikan saat ini. Namun, Dion masih tidak mau berputus asa.
Lalu tangis Kamala pecah.
Wanita itu terisak hebat di pelukan Dion. Kamala tidak menyadari apa pun. Yang diketahuinya hanyalah suara merdu yang perlahan-lahan menenangkan hati. Bayangan-bayangan suram akan masa depan yang tidak jelas pudar, berganti dengan kengerian neraka yang membuatnya ketakutan alih-alih putus asa.
“Istighfar, Kam,” bisik Dion lembut di sela isak tangis wanita itu.
Kamala latah. Dia terus mengucapkan istighfar berkali-kali. Begitu terus sampai tangisnya mereda.
Saat Dion memapahnya kembali ke tempat tidur, Kamala merasakan letih luar biasa. Dia langsung tertidur pulas begitu kepalanya menyentuh bantal.
“Tidurlah, Kam.” Dion mengusap lembut kepala Kamala. “Lupakan semuanya. Kamu baik-baik saja sekarang. Insyaallah.”
~~oOo~~
Dion duduk terpekur. Pandangannya hampa terpaku ke satu titik di dinding di hadapannya. Pria itu terlihat serius berpikir.
“Dokter sudah kasih obat penenang, Yon.”
Mama mendekati putra sulungnya. Kursi besi berkeriut keras saat wanita paruh baya itu mengambil tempat duduk di sisi Dion.
“Untung saja kamu datang tepat waktu. Kalau nggak ....”
Mama tidak mampu melanjutkan perkataan. Napasnya terembus kencang. Wanita itu mengikuti aksi putranya, menatap kosong ke dinding di depan kamar.
Keduanya sama-sama terdiam. Mama masih terguncang dengan kejadian yang menimpa Kamala.
Begitu menerima telepon dari putranya, Mama, Papa, dan Sarah segera pergi ke rumah sakit. Mereka terus berjaga agar Kamala tidak sampai melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya.
“Apa Kama pernah menunjukkan tanda-tanda ingin bunuh diri, Yon?” Mama memecah kebisuan di antara mereka.
Dion terdiam. Ingatannya berputar mencari-cari kepingan memori. Yang paling cepat muncul adalah saat dia memergoki Kamala hendak melompat dari jembatan penyeberangan di Jakarta.
Waktu itu Kamala mengelak habis-habisan jika dia ingin mengakhiri hidup. Namun, Dion yakin wanita itu sudah memendam depresi cukup berat.
Ditambah gangguan kecemasan dan ablasio retina yang dideritanya, Dion curiga kejiwaan Kamala benar-benar tidak baik-baik saja.
Kamala butuh bantuan.
“Dion tidak bisa memastikan seratus persen. Butuh pengamatan lebih dalam lagi.” Pria itu berhati-hati menjawab pertanyaan mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blasio Note
EspiritualBagaimana jadinya bila seorang penulis tidak mampu menulis lagi? Kamala adalah seorang editor sekaligus penulis dengan gangguan kecemasan akut. Penderitaannya makin bertambah setelah dokter memvonis wanita muda itu menderita ablasio retina. Putus as...