6 Sang Penghafal

166 58 4
                                    


"Dia yang tidak menghafal satu bagian pun dari Al-Qur'an, seperti rumah yang hancur."

(HR. At-Tirmidzi)

~~oOo~~

Kamala bengong.

Laptop di hadapannya menyala. Namun, tidak ada fail apa pun tertampil di sana. Hanya ada wallpaper serba gelap yang terpampang di layar laptop.

“Kama! Naskahnya mana!”

Wanita itu tersentak kaget. Lamunannya yang tengah memikirkan permintaan Dion terputus seketika. 

“Iya. Iya. Sebentar lagi aku kirim.” Kamala berkata cepat pada kepala yang muncul di atas kubikelnya.

Itu Ridwan. Staf dari divisi layout yang menangani naskah Kamala. 

“Dari tadi gue telepon nggak diangkat. Elo ke mana aja, sih? Capek tahu jalan ke sini.”

Kamala tersenyum getir. Ruangan Ridwan dan dirinya memang terpisah dua lantai. 

“Kan, bisa telepon ke ruangan ini.” Kamala menggerakkan tetikus membuka-buka folder di laptop.

“Udah. Mereka bilang, elo nggak ada di sini. Kabur.”

Kamala meringis. Itu pasti saat dia sedang berada di rooftop

“Kam, bisa cepetan nggak? Gue masih ada deadline lain, nih.” Ridwan mendesak.

Kamala mengangguk-angguk. Gerakan tangannya di tetikus semakin cepat. Seiring dengan itu, wajah Kamala perlahan-lahan memucat.

“Kam?” Ridwan menjulurkan leher. “Tumben elo lelet banget.”

Kali ini Kamala benar-benar pucat pasi. Dia mencari-cari seluruh fail di laptopnya. Tidak ada apa pun. Naskah yang sudah dikerjakannya raib tak berjejak.

“Kamala?” Lelaki itu mulai merasakan keanehan. “Elo nggak apa-apa?”

Tangan Kamala gemetar. Kali ini wajahnya benar-benar pucat pasi.

“Ridwan, fail aku hilang.”

Ridwan mengerjapkan mata. “Elo yang bener aja! Setengah jam lagi contoh layout buku sudah harus gue presentasikan. Elo juga harus presentasi naskah itu juga. Gimana, sih?”

“Ridwan, serius. Failnya nggak ada.” Kamala mulai diserang kepanikan. "Lihat, nih."

Ridwan memutari kubikel dan mendekati kursi Kamala. Jari lelaki itu bergerak cepat mengotak-atik kibor. Sesekali dia menggerakan tetikus lalu keningnya berkerut banyak.

"Wey, kalian ngapain di sana? Dipanggil Pak Bos. Rapat tim kalian dimajukan."

Ridwan dan Kamala saling bertukar pandang. Ekspresi mereka identik. Syok berat.

"Gimana, nih?" Kamala didera kepanikan. Keringat dingin membasahi telapak tangan. Wajah wanita itu pucat pasi.

"Elo nggak ada salinan di Cloud?" tanya Ridwan.

"Belum sempat. Itu hasil lembur semalam. Sama penulisnya aja baru di-acc siang tadi." Kamala menjawab dengan suara bergetar.

"Mampus kita." Ridwan menghela napas berat. "Eh, elo aja, ding. Gue masih bisa selamat."

Kamala terbelalak. Dia tidak menyangka kalau rekan kerjanya tega bicara seperti itu di situasi yang sangat genting.

Namun, Kamala tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Ridwan. Perkataan lelaki itu memang benar. Seluruh prosedur penerbitan dimulai dari editor. 

Blasio NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang