Sepuluh

1.5K 58 5
                                    

Punggung Sarada melengkung, cengkeraman kedua tangannya pada sprei semakin mengerat disertai desahan yang keluar dari bibirnya yang kering. Ia menikmatinya. Pelepasannya kali ini begitu dahsyat. Tak perduli cairannya membasahi sprei Boruto. Peluh membasahi pelipisnya, napasnya memburu. Pandangannya sedikit tidak fokus meski ia tahu, Boruto di atasnya tengah mengerang, menekan kuat kejantanannya hingga sisa pelepasannya.

Gila. Ini benar-benar gila. Mengapa melakukan seks bersama Boruto malah menjadi sesuatu yang begitu nikmat yang pernah ia rasakan seumur hidupnya. Meski pada awalnya menolak, ketika Boruto berhasil memasukinya ia justru tak ingin berhenti.

Sarada meringkuk, menghadap pada tubuh Boruto yang terlentang di sisinya. Tubuh keduanya tertutup oleh selimut, masih dengan napas yang tak beraturan. Dari sudut mana pun Sarada memandang, Boruto memang tampak begitu tampan. Ia menyukai mata birunya meski ia tidak terlalu suka dengan sifat keras kepala pria itu.

Mau seperti apa pun, untuk saat ini Boruto adalah seseorang yang sangat ia cintai.

"Boruto."

"Hm?"

"Kau tahu kan bahwa kita sepertinya sudah gila?"

Boruto mendengus tawa. Ia berpaling ke arah Sarada yang menatapnya.

"Kita gila karena jatuh pada perasaan cinta yang begitu dalam."

Sarada merubah posisinya, merapatkan selimutnya agar tubuhnya tertutup sepenuhnya. Mata jelaganya menatap langit-langit kelambu berwarna putih tanpa berkedip. Boruto lebih mendekat lagi pada tubuh Sarada, bertumpu pada satu lengannya ia mengawasi bola mata Sarada yang menerawang. Boruto tak tahu apa yang sedang Sarada pikirkan.

"Apa yang sedang kau pikirkan, hm?" Boruto mengusap sisi wajah Sarada, merapikan anak-anak rambutnya yang basah oleh keringat.

"Bagaimana jika aku hamil?" tanya Sarada tanpa mengalihkan pandangannya.

Seketika, seakan ada sesuatu yang masuk ke jantung Boruto. Menekan begitu kuat hingga rasanya sesak. Selama ini Boruto berusaha tidak memikirkan hal ini. Berharap kemunginan terburuk seperti Sarada hamil tak pernah terjadi

"Apa kau mau bertanggung jawab, Boruto?" Sarada mengalihkan tatapannya ke arah Boruto secara perlahan. Mata hitamnya menyorot dalam pada bola mata sebiru samudera yang tampak bergetar. Sarada tahu, Boruto sangat terkejut dengan pertanyaannya.

"Bukankah sudah ku katakan bahwa aku akan bertanggung jawab? Aku tidak akan lari, Sarada."

"Kau siap menghadapi Uchiha Sasuke?"

Boruto menelan saliva-nya dengan kasar. Tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Uchiha Sasuke. Sosok pria paruh baya yang menjadi ayah biologis Sarada. Pria kaku, dingin, dan... Yeah sedikit sulit di dekati. Sebaik apa pun Sasuke terhadapnya, ia tak akan pernah tinggal diam jika putri semata wayangnya di sentuh sebelum ada ikatan pernikahan. Bahkan jika pria itu adalah Boruto, putra dari sahabat baiknya.

"Jika aku mengatakan siap, jelas sekali aku berbohong. Tapi jika benar kau hamil, aku harus siap menghadapinya."

"Kau yakin?"

"Tentu saja. Meski paman Sasuke berniat menggorok leherku sekali pun, aku harus menghadapinya."

Sudut bibir Sarada terangkat. Ia mengecup bibir Boruto kemudian bergerak mendekat memeluk tubuh Boruto.

"Terima kasih."

☘️☘️☘️

Kawaki mengawasi Himawari yang duduk di sofa Apartemennya. Pandangan gadis itu kosong, bahkan Hima mengabaikannya saat ia meletakkan secangkir teh hangat di hadapannya.

Our Mistake [BoruSara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang