Naruto
▪︎▪︎▪︎Ibunya bilang kalau dia sebaiknya memperjelas hubungan antara dirinya dengan Sakura. Sang sahabat baik sedari kecil yang juga tinggal di sebelah rumah.
Tapi Naruto bingung harus memperjelasnya bagaimana. Dia dan Sakura murni bersahabat. Setidaknya itulah yang dia pikir Sakura rasakan.
Sebaliknya, dia sudah terlanjur jatuh cinta pada gadis dengan surai merah muda menawan itu. Mungkin sejak dia mengenal yang namanya cinta monyet atau saat dia masuk di usia puber. Saat dia mulai merasakan ketertarikan pada lawan jenis, dan Sakura adalah magnet kuat dalam hidupnya.
Bertahun-tahun berlalu, tanpa terasa mereka sudah jadi orang dewasa. Di usia 27 tahun dengan karir masing-masing yang sama cemerlangnya, tetap saja Naruto tidak bisa mengatakan cinta.
Bisa jadi karena dia sudah terlalu nyaman selalu berada di sisi gadis itu. Menikmati waktu bersamanya setiap akhir pekan ketika mereka punya waktu libur yang menyenangkan.
Seperti saat ini. Gadis itu walau sudah berubah menjadi perempuan dewasa dengan jabatan di kantor yang menakjubkan masih tak ubahnya seperti anak kecil. Dia berlari memutari arena seluncur es seperti layaknya bocah SD.
"Hati-hati.. kau bisa jatuh." Suara Naruto naik sedikit memperingatkan sang sahabat. Sayangnya, Sakura malah membalasnya dengan ejekan berupa lidah yang menjulur keluar.
Memang keputusan yang salah untuk menuruti keinginan Sakura untuk pergi kesana. Seharusnya Naruto sudah belajar dari pengalamannya dulu. Apalagi dia harus sadar diri kalau kemampuannya dalam bidang ini adalah nol bulat yang besar.
Perlahan, dengan tangan berpegangan pada pinggiran pagar pembatas Naruto mencoba berjalan meluncur menuju Sakura. Gadis itu sudah berhenti. Tampak kini malah menolong seorang anak perempuan berusia sekitar 7 tahun yang baru belajar.
"Ice skating itu masalah keseimbangan, sayang." Ujar Sakura ketika suaranya sudah berada pada jarak dengar Naruto.
"Kau pasti bisa. Jangan contoh paman ini." Tambah Sakura lagi dan menunjuk tepat ke arah Naruto yang tampak kaku sekali.
Anak itu tertawa mendengar ucapan Sakura. "Bibi cantik, paman itu payah sekali."
"Ya, dia payah sekali."
Naruto hanya bisa mencebikkan bibir mendengar ejekan tanpa henti dari kedua perempuan beda usia itu. Dia harus akui kalau dia memang seburuk itu. Sudah baik dia bisa berdiri dan berjalan sambil menyusur pinggiran.
"Tiga puluh menit lagi kita selesai." Ucap Naruto. Tidak mau mempedulikan suara tawa keduanya yang masih tertangkap indera pendengarannya.
"Sayang sekali. Padahal aku masih belum puas bermain." Jawab Sakura. Wajahnya tampak kecewa. Benar-benar kecewa. Namun bagi Naruto, Sakura malah terlihat makin imut jika seperti itu.
Cinta memang membutakan. Begitulah pemikirannya dari dulu. Tidak berubah.
"Bibi dan paman pacaran? Atau sudah seperti mama papaku?" Anak itu menyela di sela obrolan antara keduanya. Matanya yang bulat besar menatap dua orang dewasa di depannya dengan berbinar. Seolah menjadi dewasa adalah keinginannya yang begitu besar.
Sakura tertawa sebagai jawaban. Dia melirik Naruto yang mau tidak mau juga ikut tertawa.
"Itu lucu sayang." Jawabnya ringan. "Aku dan paman ini bersahabat semenjak bisa berjalan."
"Bibi ini terlalu cerewet untuk dijadikan pacar. Apalagi istri." Timpal Naruto.
Tuhan, maaf aku berbohong. Tambah Naruto cepat di dalam hatinya. Takut jika Tuhan akan mengutuknya karena sudah seringkali berbohong hingga list dosanya yang dicatat oleh malaikat pasti semakin panjang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hold On, We're Going Home
Hayran KurguSelama ini hanya ada Sakura dan Naruto. Hanya mereka berdua. Hingga kedua orangtua mereka selalu berkata kalau mereka pasti akan berjodoh. Bukan lagi soal menjadi sepasang kekasih, tapi jadi suami istri. Namun kehadiran Sasuke merubah semuanya. Alur...