2 || Bayang-bayang Masa Lalu

52 8 0
                                    

Senja terbaring di ranjangnya dengan tatapan yang terus memandang arah depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja terbaring di ranjangnya dengan tatapan yang terus memandang arah depan. Tangannya melingkar dengan sempurna memeluk sebuah boneka beruang berukuran besar yang diberi nama Davabell itu. Tidak ada hal yang gadis itu lakukan, selain menyendiri di kamarnya dengan meratapi nasibnya yang teramat buruk.

Jauh dari lubuk hatinya, gadis itu mengutuk dirinya berkali-kali. Dia selalu menganggap dirinya tidak berguna. Apa yang bisa dia lakukan dengan matanya yang buta? Tidak ada, selain merepotkan semua orang yang berada di dekatnya. Perlahan, Senja memang sudah menerima kondisinya yang seperti ini. Namun, dia juga tidak bisa berbohong jika dirinya ingin normal kembali. Berlari kesana kemari, tertawa bersama teman, beraktivitas seperti anak-anak yang lain dan melihat kembali indahnya dunia. Dia ingin itu semua, tapi sepertinya Tuhan belum mengizinkan.

Air mata gadis itu menggenang di pelupuk matanya, perlahan cairan bening itu terjatuh membasahi pipi mulusnya. Sebelas tahun dia melewati semuanya dengan kegelapan, tidak ada yang istimewa. Semuanya hambar dan menyakitkan.

"Tuhan, apa permintaan ku begitu sangat berlebihan sehingga Engkau sulit untuk mengabulkannya? Apa begitu sangat susah?" Senja terisak tanpa suara, pelukannya semakin menguat seiring dengan air matanya yang bertambah berderai.

Klek!

Pintu kamar terbuka, memperlihatkan sosok Nadia yang tengah berjalan pelan menghampiri ranjang Senja, tidak lupa dengan senyuman hangat yang selalu wanita itu tampilkan.

Seakan mengerti siapa yang baru saja memasuki kamarnya, dengan cepat Senja mengusap air matanya dan mengubah posisinya menjadi terduduk. Ekspresi gadis itu berubah seratus dua puluh derajat berbanding terbalik dengan ekspresi menyedihkan yang terlihat beberapa detik yang lalu.

"Mamah," ucap Senja memamerkan senyuman lebarnya.

Nadia mendudukkan tubuhnya di samping Senja, mengusap surai hitam milik putrinya dengan sayang.

"Ada yang mengganggu pikiran kamu?" tanya Nadia lembut, dia tau Senja baru saja menangis. Itu sangat terlihat dari mata gadis itu yang terlihat sembap.

"Nggak ada, Mah. Senja baik-baik aja kok."

Senyuman getir wanita itu tunjukkan, jika dia boleh jujur, dia sangat tidak menyukai sifat tertutup dan sok tegar yang Senja tunjukkan. Gadis itu selalu memamerkan senyuman yang manis, padahal dia tau bahwa jauh di dalam sana Senja sangat hancur sehancur-hancurnya.

Tangan Nadia terulur merengkuh tubuh Senja, mengecup puncak kepala sang putri. Menyalurkan kasih sayang dan cinta teramat besar yang dia miliki. Setitik air mata itu lolos tanpa seperijinannya.

Dear, SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang