5 || Pembohong

22 2 2
                                    

Cahaya putih bersih itu perlahan menampakkan diri, menyilaukan penglihatan seorang gadis yang saat ini tengah terbaring lemah di atas kasur rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cahaya putih bersih itu perlahan menampakkan diri, menyilaukan penglihatan seorang gadis yang saat ini tengah terbaring lemah di atas kasur rumah sakit. Kelopak matanya yang semula terpejam dengan tenang kini perlahan bergerak menangkap siluet cahaya putih itu lebih banyak. Namun, sayangnya cahaya putih itu tak bertahan lama. Cahaya itu kembali meredup dan dia merasakan jika kegelapan kembali menghampirinya.

Mulut Senja yang memucat itu kini bergerak pelan seakan mengucapkan sesuatu hal. Tidak ada suara yang terdengar, hanya gerak mulut secara abstrak dan mata yang perlahan terbuka.  Melihat pergerakan yang ditunjukkan, Bi Ayun yang selama hampir dua puluh menit duduk dengan cemas di samping Senja spontan terperanjat. Wanita tua itu lantas bangkit dan segera menekan sebuah tombol dengan cepat yang menempel di tembok tak jauh dari tempatnya duduk saat ini.

"Non Senja." Bi Ayun berucap pelan, kemudian tangannya terangkat untuk mengusap keringat yang membanjiri dahi anak majikannya itu.

"M-mamah...P-papah...," ucapnya sangat lemah.

Setetes cairan bening itu berhasil lolos dari mata Bi Ayun. Dia menundukkan kepalanya, bahunya yang semula tenang kini mulai bergetar. Sungguh, dia tidak menyangka jika dia akan melihat Senja kembali terpuruk dan berada di posisi menyakitkan seperti saat gadis itu harus menerima kenyataan bahwa dia telah kehilangan kedua matanya. Namun, saat ini dia bisa merasakan jika kesedihan yang Senja rasakan berkali-kali lipat lebih besar.

"M-mamah...P-papah..." Senja kembali bergumam.

"I-ini Bibi, Non Senja."

Bola mata Senja bergerak tak tentu arah. Di mana cahaya putih yang membuat matanya silau tadi? Mengapa kini berubah menjadi hitam kembali? Hampir satu menit gadis itu diam namun bisa dilihat jika dia sedang berpikir dengan keras saat ini. Dalam sekejab matanya berubah memerah, ada genangan air mata yang tertahan di sana.

"Mamah.. Papah.. Mamah! Papah!" Suara yang awalnya terdengar lirih kini semakin terucap dengan lantang. Senja terus berteriak memanggil Mamah dan Papahnya. Dari sorot matanya terlihat jika gadis itu telah kembali mendapatkan kesadarannya secara penuh.

"Arghh! MAMAH! PAPAH! T-tolong jangan pergi..Senja mohon.. jangan pergi.."

Tubuh Senja kembali memberontak, tangannya pun terus meraih kearah depan seakan ingin menghentikan pergerakan seseorang. Bi Ayun semakin panik, wanita itu terus menahan pergerakan Senja sembari terus menekan bel.

"Tenang Non, tenang..."

"Lepas! Aku harus menghalangi Mamah dan Papah pergi! Mereka nggak boleh pergi! Mereka nggak boleh ninggalin aku sendiri, Bi! Lepas! LEPAS!"

Seperti tak mendengar semua penuturan Bi Ayun, Senja semakin memberontak hebat. Dia terus berusaha untuk melepaskan pelukan wanita itu hingga tanpa disadari dia mendorong tubuh Bi Ayun hingga jatuh ke lantai. Dengan terus menangis, Senja mencabut paksa selang infus yang menempel di lengannya. Tanpa membuang lebih banyak waktu, dia segera turun dari ranjang dan berjalan hendak menemui kedua orangtuanya yang dirawat. Namun, karena kondisi tubuhnya yang sangat lemah baru beberapa langkah berjalan dia kembali terjatuh. Di saat itu pula Bi Ayun segera bangkit dan menahan tubuh Senja agar tidak kembali melanjutkan langkahnya. Wanita itu memeluk tubuh Senja sangat erat. Merengkuhnya penuh dengan kasih sayang.

Dear, SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang