6 || Fakta Baru

11 2 0
                                    

Awan hitam saling berdesakan di atas sana, membuat Air di dalamnya menggantung seakan tak sabar untuk segera membasahi bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Awan hitam saling berdesakan di atas sana, membuat Air di dalamnya menggantung seakan tak sabar untuk segera membasahi bumi. Tak ada sedikitpun cahaya matahari sore ini, bumi meredup. Suasana sunyi dengan angin sepoi-sepoi yang membelai kulit setiap manusia yang ada di antara dua gundukan tanah itu semakin menambah dalam kesedihan yang mereka rasakan. Semua orang berdiri dengan kepala tertunduk, dengan hati yang rimpuk.

"Sebentar lagi Bapak dan Ibu akan dikuburkan, Non." Suara halus nan pelan berbisik tepat di telinga Senja. Mendengar itu sang gadis semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Bi Ayun.

Hatinya bergemuruh, pikirannya kacau dan perasaannya begitu berantakan. Takdir ini tidak serta merta dia bisa menerima dengan mudah, semuanya masih begitu sulit. Beribu kali dia merapalkan doa dalam hatinya, berharap semua kejadian yang dia alami saat ini hanya sebuah mimpi. Kala dia bangun di esok hari keadaan masih baik-baik saja. Kedua orang tuanya masih berada di sampingnya. Hati kecilnya masih menggantungkan harapan jika ini tidak terjadi di hidupnya.

Namun, rapalan doa dan harapan itu seketika musnah tatkala Bi Ayun tiba-tiba saja menuntunnya untuk duduk dan mengarahkan kedua tangannya menyentuh pusara kedua orang tuanya. Tangannya gemetar, dalam hitungan detik Isak tangis itu kembali terdengar. Isak tangis yang terdengar begitu menyedihkan dan memilukan. Bi Ayun kembali membawa Senja untuk masuk ke dalam pelukannya. Kini tidak hanya tangan, bahkan seluruh tubuh gadis itu bergetar hebat.

Kedua tangannya tak bergerak, masih berada di posisi pusara Rama dan Nadia. Seperti tak dapat menahan rasa sesak di hatinya, tangan itu perlahan mencengkeram tanah dengan kuat.

Hidup seperti apa yang akan aku jalani setelah ini, Mah, Pah? Aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi, aku sendiri. Aku tidak tahu akan sanggup bertahan hingga sejauh apa. Aku membutuhkan kalian, aku butuh Mamah dan Papah untuk melewati kisah panjang ini...

"Non Senja," panggil wanita paruh baya itu. Tangannya sedari tadi tak henti mengelus punggung Senja, berharap usapan itu bisa sedikit menenangkan perasaan gadis itu.

"Bi.. Kenapa rasanya sakit sekali?" Nada suara itu terdengar sangat lirih dan bergetar.

Bi Ayun tak menjawab, namun wanita itu semakin mengeratkan pelukannya kepada Senja. Sekelebat rasa menyesal kini mulai menjalar di hatinya. Mungkin, jika dia tak menyetujui ajakan wanita itu, kedua majikannya tidak akan berakhir seperti ini. Senja tidak akan menjadi anak yatim piatu. Dan Senja tidak akan terpuruk begitu dalam untuk kedua kalinya. Ini semua salahnya. Hanya karena uang dia rela menghilangkan nyawa orang. Sebut saja dia bodoh. Memang kata itu pantas disematkan kepadanya.

Maafkan Bibi, Non.

Suasana di pemakaman begitu hening, hanya ada suara daun yang bergesekan dengan ranting dan tangis Senja yang terdengar. Semua tatapan sendu tertuju pada gadis itu, tidak ada satupun dari mereka yang berbicara. Hingga tiba-tiba, seseorang berteriak histeris dengan tangis yang begitu kencang berlari dari arah belakang berhasil membuat kerumunan itu terbelah menjadi dua. Wanita itu berlari dengan langkah gontai dan langsung memeluk makam Rama. Mereka yang tahu siapa wanita itu pun hanya diam menyaksikan.

Dear, SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang