4 || Kado Spesial

26 2 3
                                    

"Bu-bunga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bu-bunga.. Te..rakhir..."

Jari telunjuk Senja terus tergerak meraba buku braille miliknya yang beberapa waktu lalu diberikan oleh Rama dan Nadia. Kini gadis itu tengah duduk bersandar di kepala ranjang dengan buku yang berada di atas pangkuannya. Inilah keseharian Senja, tidak banyak aktivitas yang dilakukan selain berada di kamar dengan ditemani buku-buku kesayangannya.

Pergerakan jari itu tiba-tiba terhenti, tubuh Senja bergeming dalam beberapa detik. Telapak tangannya terangkat menyentuh dadanya. Entah mengapa tiba-tiba jantungnya berdetak sekencang ini. Rasa cemas pun kini mulai dia rasakan di benaknya. Dia merasakan hal yang aneh, ini tidak seperti biasanya.

"Perasaan apa ini?" gumamnya pelan.

Gadis itu masih setia memegangi dadanya yang semakin lama semakin berdetak tak beraturan. Tiba-tiba, sekilas ingatan akan pelukan yang diberikan oleh kedua orang tuanya tadi malam muncul dalam pikirannya. Dia merasakan rasa tak nyaman, dan lagi, dadanya tiba-tiba saja terasa sesak. Dia tidak mengerti apa arti dari semua ini.

Senja memejamkan matanya sejenak untuk menormalkan debaran jantungnya. Setelah itu, tubuhnya meringsut menuruni ranjang. Langkahnya melaju pelan dengan tangan yang meraba benda sekitar agar tubuhnya tak terbentur. Saat merasakan dirinya berada di dekat meja belajar, tangannya kembali meraba mencari gelas minum yang biasanya telah disiapkan oleh Bi Ayun. Sepertinya sedikit minum akan mengurangi rasa cemasnya.

Saat berhasil meraba gelas minumnya, Senja meminum air itu hingga beberapa tegukan. Rasanya tetap sama, rasa cemas itu tak hilang bahkan pikirannya semakin kalut. Entah apa yang akan terjadi, tapi dia berharap semuanya akan baik-baik saja.

Tok!

Tok!

Tok!

Ketukan itu menggema, kepala Senja berputar mencoba menangkap suara yang baru saja dia dengar.

"Non Senja, ini Bibi," ucap Bi Ayun dari luar sana.

"Masuk, Bi. Pintunya nggak dikunci," balas Senja dengan sedikit mengeraskan suaranya.

Setelah mendapat izin dari sang pemilik kamar, Bi Ayun memasuki kamar itu. Berjalan mendekat ke arah Senja berdiri saat ini.

"Ada apa, Bi?" Suara Senja mengalun pelan saat merasakan jika Bi Ayun telah berada dekat dengannya.

Sebelum berbicara, Bi Ayun termenung sesaat. Netranya menatap Senja sendu, tanpa terasa air matanya pun menggenang di pelupuk mata. Tangan dengan kulit yang sudah mengeriput itu terdorong meraih pergelangan tangan Senja dan menggenggamnya erat.

"Bibi kenapa nggak bicara? Senja nungguin loh, memangnya Bibi mau bicara apa?" Senja berucap dengan sangat polos, membuat air mata Bi Ayun yang semula terbendung kini seketika menetes. Wanita tua itu terisak tanpa suara, namun bukan berarti Senja tak dapat mendengar suara isakan halus itu.

Dear, SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang