23.50
Seseorang berjalan mengendap-endap dengan bola mata yang mengedar memerhatikan sekitar. Sesekali seseorang itu menoleh kearah belakang untuk memberikan kode agar pergerakannya diikuti. Kepalanya mengangguk pelan, kemudian beberapa orang muncul dari dalam dapur lalu mengikuti orang itu untuk segera naik ke lantai dua.
Langkah mereka benar-benar diperhitungkan di sini. Keadaan rumah begitu gelap dan sepi, mereka tidak ingin menimbulkan suara yang dapat membuat kegaduhan.
"Jam berapa sekarang?" bisik salah satu dari mereka.
"Hampir tengah malam. Sedikit lagi," jawabnya.
Dua orang yang berada di belakang mereka mengangguk. Arah netranya saat ini terpaku pada salah satu dari beberapa kamar di lantai dua. Kamar dengan pintu berwarna putih tulang dengan dihiasi papan tertuliskan nama Senja terpampang jelas di sana.
Tangan seseorang yang berada di barisan paling depan bergerak memberikan kode untuk beberapa orang dibelakangnya agar mengikuti langkahnya. Saat berada tepat di depan pintu kamar Senja, seseorang itu bergeming beberapa saat. Hembusan napas berat dia loloskan, kemudian tangannya terulur memutar knop pintu kamar tersebut.
Pintu terbuka, keadaan di dalam kamar Senja tak jauh berbeda dengan keadaan rumah. Gelap dan sunyi. Langkah kaki yang pelan perlahan masuk, menghampiri seorang gadis yang saat ini tengah tertidur dengan lelap di balik selimut tebalnya. Kepala seseorang itu menoleh kesana kemari seperti mencari sesuatu. Saat menemukan yang dia cari, seseorang itu menekan tombol tersebut dan seketika ruangan itu di penuhi oleh cahaya.
"Nyalain lilinnya," perintahnya yang langsung diberi anggukan setuju oleh sang empu.
Seseorang itu melirik jam tangan yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya. Senyumnya sedikit mengembang, lalu dengan perasaan sayang, seseorang yang tak lain adalah Rama mengelus puncak kepala Senja pelan.
"Senja, bangun sayang," tuturnya dengan suara selembut mungkin.
Tubuh Senja menggeliat tak nyaman akibat usapan itu. Kelopak matanya perlahan terbuka dengan tangan meraba jari-jari Rama yang berada di puncak kepalanya.
"Papah?" tebaknya dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Rama tersenyum simpul. Pria itu membantu sang putri untuk merubah posisinya menjadi terduduk. Tanpa aba-aba, Rama langsung menghamburkan tubuh Senja kedalam pelukannya. Sesekali pria itu mengecup puncak kepala Senja dan mengusapnya.
"Happy birthday my little princess." Pelukan Rama semakin mengerat. Bahkan, kini pria paruh baya itu menangis secara diam-diam. Entahlah, rasanya waktu begitu cepat berlalu. Dia merasa baru kemarin menimang Senja kecil yang rewel, dan kini putrinya telah tumbuh dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Senja
Teen FictionNamaku Senja Kirana. Tetapi, hidupku tak seindah namaku. Hidupku penuh dengan kegelapan. Tuhan telah mengambil cahaya berharga dalam hidupku. Bahkan, Tuhan juga mengambil orang-orang terkasihku. Hidupku menyedihkan, rapuh dan juga menyakitkan. Semua...