Setelah menempuh perjalanan hampir tiga puluh menit, alpard berwarna putih yang Ines dan keluarganya naiki akhirnya tiba di rumah. Wanita itu bergegas turun, diikuti sang suami, anak-anak dan juga Senja tentunya.
"Hati-hati." Dengan sangat telaten dan penuh kehati-hatian, Aca menuntun Senja untuk bisa keluar dari mobil. Gadis itu memperhitungkan setiap langkah yang Senja pijak, seperti tidak membiarkan tubuh sang sepupu terbentur sedikitpun oleh benda yang ada di sekitar. Di belakang Aca sudah ada Adit yang membawa koper milik Senja, cowok itu sejak kedatangannya di pemakaman hingga kembali ke rumah, tidak ada ekspresi berarti yang ditunjukkan. Wajahnya terlihat datar, bahkan satu kata pun belum cowok itu keluarkan dari bibir tebalnya.
"Senja, kita udah sampai di rumah, Kakak. Kita masuk ya? Kakak akan mengantar kamu ke kamar. Setelah itu kamu harus istirahat," ucap Aca halus. Gadis itu merangkul tubuh Senja sangat sayang, bahkan saat berbicara senyuman manisnya sedikitpun tak luntur dari wajah cantiknya.
"Iya, kak," balas Senja dengan tersenyum canggung. Dia masih belum terbiasa dengan ini semua.
Melihat Aca yang berbicara manis kepada Senja, membuat Clara yang melihat itu mendengus kesal. Bagaimana tidak, kakaknya itu tidak pernah berbicara selembut itu kepadanya. Yang ada hanya ada bentakan yang dia terima. Tapi kepada Senja, sifatnya berubah seratus delapan puluh derajat. Sungguh, dia iri melihat pemandangan itu. Tak ayal jika dia juga ingin dirangkul dengan sayang oleh Aca, berbicara dengan lembut. Tapi, mimpi saja jika dia ingin mendapatkan itu semua. Karena pada dasarnya, kakak perempuannya itu tidak pernah suka kepadanya.
Tidak lama dari itu, Aca kembali menuntun Senja untuk masuk ke dalam rumah. Berjalan menuju kamar tidur tamu yang berada di lantai dua. Namun, saat hendak membuka kamar tersebut, suara Ines yang menginterupsi dengan tajam membuat Aca menghentikan pergerakan untuk menyentuh gagang pintu di hadapannya. Gadis itu berbalik, menatap sang Mamah yang saat ini berjalan kearahnya dengan angkuh.
"Tunggu! Siapa yang menyuruh kamu membawa anak ini untuk tidur di kamar tamu, Aca?" Pertanyaan ultimatum itu jelas saja membuat Aca bingung. Dia sempat tidak mengerti, jika Senja tidak tidur di kamar ini, lantas di mana gadis itu akan tidur?
"Maksud Mamah apa? Di rumah ini kamar yang kosong kan tinggal ini. Oh, mungkin maksud Mamah Senja tidur sama aku? Nggak papa kok, aku senang bisa —"
"Nggak, Aca!" sela Ines cepat. Dia semakin menyeret langkahnya untuk mendekat ke arah Senja. Dan tatapan itu, tatapan yang terlihat begitu jijik saat melihat Senja. "Dia tidak akan tidur di kamar tamu atau pun sama kamu," lanjutnya yang mana membuat Aca semakin bingung.
"Maksudnya gimana sih, Mah? Kalau Senja nggak tidur di kamar ini ataupun nggak tidur sama aku terus dia tidur —"
"Gudang." Lagi-lagi Ines menyela ucapan sang anak.
Mendengar penuturan itu, Aca terkejut bukan main. Gudang? Apa wanita itu sungguh-sungguh dengan ucapannya? Dia benar-benar tidak habis pikir dengan pemikiran Ines. Dan dia juga tidak menyangka jika sang Mamah akan bertindak Setega ini. Gudang yang di maksud terletak di belakang rumah. Dan kondisi gudang itupun sangat tidak layak untuk di tempati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Senja
Ficção AdolescenteNamaku Senja Kirana. Tetapi, hidupku tak seindah namaku. Hidupku penuh dengan kegelapan. Tuhan telah mengambil cahaya berharga dalam hidupku. Bahkan, Tuhan juga mengambil orang-orang terkasihku. Hidupku menyedihkan, rapuh dan juga menyakitkan. Semua...