Chapter 6 - Nenek

459 91 7
                                    

Sudah seminggu sejak Karina masuk sekolah. Sang nenek yang mulanya khawatir akan keputusannya mendaftarkan Karina pada sebuah sekolah, perlahan mulai menyadari sedikit perubahan pada diri cucunya itu. Jika sebelumnya Karina hanya menghabiskan waktu di rumah hanya dengan berdiam diri di kamar atau bermain ponsel sepanjang hari, namun kali ini beberapa kali ia mendapati cucunya itu sedang sibuk membaca buku pelajaran sekolah.

"Bagaimana sekolahnya, Rin?" tanya sang nenek ketika mereka sedang menikmati makan malam bersama.

"Biasa aja, nek."

Hanya itu yang diungkapkan oleh Karina. Tak ada tambahan lain. Tak ada ekspresi kebahagiaan di wajahnya tatkala ia menjawab hal itu.

"Nenek tau semua ini berat, tapi kamu bisa coba pelan-pelan, ya?"

Mendengar perkataan sang nenek, entah kenapa hal itu membuat nafsu makan Karina menghilang. Ia meletakkan sumpit yang sedang ia gunakan secara kasar di samping mangkuk miliknya lalu berdiri. Ia kemudian membereskan peralatan makannya dan mencucinya. Nenek Oh yang melihat hal itu hanya bisa menarik nafas dengan berat.

Karina yang ia kenal sebelumnya adalah seorang gadis yang ceria dan senang bercerita tentang apapun. Terlebih karena sang nenek yang tinggal jauh di desa dan hanya beberapa kali bisa menjenguknya, membuat Karina selalu memiliki cerita seru untuk diceritakan kepada sang nenek.

Karina tumbuh dengan asuhan sang nenek. Ia ingat, Karina sedari kecil sangat mandiri dan selalu berusaha menjadi yang terbaik dalam hal apapun karena menurut penuturan sang cucu, ia ingin membanggakan kedua orangtuanya dan juga neneknya dalam hal apapun, untuk itu, segala hal yang dilakukan oleh Karina akan penuh pertimbangan sebelumnya.

Siang itu, nenek sedang berjualan bahan makanan kering di pasar, tiba-tiba ia mendapat telepon dari sang cucu pertama yang tak lain adalah kakak Karina. Ia bercerita tentang apa yang terjadi dengan Karina dan bagaimana orang tuanya dan juga dirinya kini membenci Karina dan tak menganggapnya sebagai bagian dari keluarga lagi.

Begitu nenek mendengar kabar apa yang terjadi dengan Karina, ia langsung menyudahi teleponnya dan buru-buru menutup tokonya. Ia bergegas pulang, mengambil beberapa helai baju dan memasukkannya dengan cepat ke dalam tas miliknya. Ia kemudian langsung menuju terminal bus dan memesan sebuah tiket bus ekspres ke Seoul yang berangkat dalam setengah jam.

Setibanya di rumah sang anak, bukan senyum bahagia yang ditunjukkan oleh nenek, melainkan wajah khawatir. Nenek langsung menuju kamar Karina dan tak menghiraukan anak, menantu dan juga cucu pertamanya. Begitu ia membuka pintu kamar Karina, ia melihat pemandangan yang sangat menyakitkan. Karina terisak menangis dengan matanya yang bengkak. Entah sudah berapa kali Karina menangis seperti ini dan tak ada yang peduli.

Nenek kemudian berjalan masuk dan mendekap Karina dalam pelukan hangatnya, di sana Karina makin terisak, tangisannya pecah. Selama ini ia menanggungnya sendiri, rasa malu, sedih diacuhkan keluarga, tak dianggap teman oleh teman-temannya.

Nenek masih ingat, Karina menangis dalam pelukannya hingga ia tertidur. Saat itu ia yakin, Karina belum tidur dengan nyenyak untuk beberapa waktu. Ia juga dapat melihat bekas lebam di sekujur tubuh Karina.

"Ibu akan bawa Karina. Dia akan tinggal bersamaku." Kata nenek, masih memeluk Karina yang sedang tertidur.

"Tapi bu. . ."

"Kalian tak pantas dipanggil orang tua karena tak mampu memberikan perlindungan yang seharusnya. Aku malu, terlebih kepada mu," nenek melihat ke ayah Karina yang merupakan anaknya.

Nenek menunggu hingga Karina terbangun dari tidurnya. Selama Karina tidur, ia sudah membereskan pakaian Karina yang akan dibawa untuk tinggal bersamanya. Tanpa sadar, nenek meneteskan air matanya ketika ia melihat Karina yang tengah tertidur pulas. Betapa berat hal yang dialami Karina, hingga dalam tidur pun ia takut seperti itu.

Karina terbangun ketika jam menunjukkan pukul 10 malam. Nenek masih setia duduk di dalam kamar Karina dan senyum neneklah yang pertama ia lihat.

"Karina mau tinggal sama nenek?" Karina hanya menjawab dengan anggukan pelan. "Ayo, kita pulang ke rumah nenek sekarang."

Terjadi perdebatan kecil ketika nenek dan Karina hendak keluar dari rumah. Ayah Karina melarang keras sang nenek membawa Karina, tapi dengan satu ucapan, sang ayah tak mampu berkata lagi dan membiarkan nenek membawa Karina.

"Jangan sekalipun kalian berani ke rumahku jika kalian melarangku."

Dengan itu, nenek membawa Karina keluar dari rumahnya dan tinggal bersamanya hingga saat ini. Nenek tahu ada banyak sekali hal yang harus ia maklumi termasuk perubahan sikap Karina.

Tak ada Karina yang ceria seperti dulu. Tak ada Karina yang murah senyum kepada orang lain. Wajahnya lebih sering menunjukkan kemurungan. Hingga nenek akhirnya mendapatkan ide untuk membuat Karina melanjutkan sekolahnya, dengan harapan ia bisa berteman dengan orang-orang baru dan kembali tersenyum. Ia hanya ingin sang cucu kembali. Ia ingin melihat Karina tersenyum lagi.


A/N: Sebelum kalian marah, jangan lupa upvote dan komen yaa. Gomen karena updatenya lamaa ._.v

ANTIDOTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang