11. Di Hotel

40 3 0
                                    

Happy Reading

***

Kedua tangan itu berjabat tangan, lalu mengulas senyum tipis secara bersamaan.

"Terimakasih Raka sudah mau aku repotkan." seru pria berwajah India, dengan alis tebal dan jambang yang cukup lebat meliputi wajah tampannya.

"Tidak masalah Mr. Khan. Disini aku memiliki waktu luang yang cukup." Balas Raka.

"Tunggu! Ini tidak adil. Kau menyuruh ku untuk memanggil nama saja, tapi kenapa panggilan padaku masih resmi? Aku juga mau di panggil nama saja. Aditya, panggil seperti itu." Tandas pria berparas khas india itu.

Raka sendiri hanya bisa terkekeh membalasnya. "Baiklah, kalau begitu kita hentikan bicara secara formal. Teman?" Raka mengacungkan tangan, kode Hi-5.

Dan langsung di sambut oleh Aditya dengan tawa. "Setuju."

***

"Ada masalah apa, sampai kamu memaksaku untuk datang kemari?" Reta langsung melontarkan pertanyaan setelah duduk di samping Liana. Dalam sebuah kelab malam yang menurutnya sedikit sepi malam ini.

Liana menyeruput minuman berwarna biru dari gelas berkaki. "Tidak mungkin aku mengajak Zahra."

"Yang aku tanyakan, ada masalah apa? Bukan menanyakan keberadaan Zahra." Tukas Reta kesal.

"Apa aku terlihat punya masalah?"

Reta mendengus kasar. Bicara dengan orang setengah sadar itu harus sedikit gila. Jangan di anggap serius. Bukan jawaban yang kamu dapatkan, kecuali kejengkelan.

"Seorang Liana sangat langka, jika ada masalah malah lari ke alkohol."

Dan kali ini Liana malah terkekeh menatap gelas di tangannya sembari menggoyangkannya.

"Liana Harleen menjadi bodoh hanya karena cinta." Gumam Liana.

Kening Reta berkerut mendengarnya. Merasa tertarik. Orang mabuk biasanya bicara tanpa filter apapun. Orang dalam keadaan mabuk juga biasanya bicara sesuai apa yang tengah di rasakan oleh hatinya. Dan itu berarti Liana tengah membicarakan kisah percintaannya? Apa mungkin Liana punya seorang kekasih?

"Sudah habis berapa gelas dia?" Kali ini Reta bertanya pada bartender yang menyodorkan segelas minuman non alkohol padanya.

"Mungkin 4 atau 5 cocktail!"

Reta mendelik tak percaya.

"Seriously, Ga?"

Angga sang bartender sekaligus salah satu teman SMA Reta hanya mengangguk pasti.

"Wah parah!" Reta menatap prihatin pada sahabatnya itu.

"Sepertinya patah hati dia." Tutur Angga. "Sejak tadi bicara tentang pria brengsek, pria bajingan, pria pengecut."

"Benarkah? Terus dia ngoceh apa lagi?" Cerca Reta.

"Cuman itu aja sih."

"Baiklah. Lebih baik aku bawa pulang saja, akan aku interogasi di rumah nanti."

"Ya cepat bawa dia. Kondisinya sudah memprihatinkan." Tukas Angga.

Namun saat Reta hendak meraih lengan Liana, justru lengannya sendiri yang di tarik oleh seseorang. Tanpa bisa mengeluarkan banyak protes dirinya sudah di seret menjauh dari sana. Keterkejutan Reta membuatnya lupa dengan sekitar, termasuk sahabatnya Liana yang butuh bantuannya.

***

Takdir membuatnya di pertemukan lagi. Bahkan 24 jam saja belum terlewati. Terlebih debaran jantungnya yang selalu tidak normal. Entahlah Raka sendiri masih bingung. Apalagi kali ini ia di pertemukan dengan kondisi seperti ini.

Rokok yang ia sesap tinggal setengah, duduk di balkon kamar hotel pandangannya lurus ke arah lautan lepas yang berkilau karena pantulan cahaya bulan. Melirik ponselnya yang menyala karena email masuk dan sepintas ia melihat jam menunjukkan angka 4 dini hari sebelum akhirnya layar ponselnya kembali menggelap.

Teriakan mual seseorang dari dalam kamar, menarik lamunannya. Dengan segera Raka mematikan rokoknya yang masih setengah. Bergerak cepat ke kamar mandi, lalu membantu memijat tengkuk seorang wanita.

"Terimakasih," Ucap Liana saat Raka membantunya kembali berbaring ke kasur.

Raka hanya berdehem lalu menyerahkan sebutir obat sakit kepala dengan segelas air.

"Minumlah! Lalu kembali istirahat."

Tidak butuh waktu lama untuk Liana kembali tidur. Selimut yang Raka ulurkan menutupi seluruh tubuhnya, hanya menyisakan kepala dengan rambut yang terlihat kusut di atas bantal putih.

Dalam hati Raka bertanya-tanya, apa bisa separah ini dampak pada setiap wanita yang di akibatkan karena patah hati. Dirinya saja berulang kali di khianati tidak sampai melakukan hal seburuk ini. Mabuk hingga tak sadarkan diri. Atau reaksi pria dan wanita berbeda-beda dalam menghadapi luka hati. Entahlah! Pusing juga kepalanya.

Yang jelas Raka hanya tidak habis pikir, gadis yang ia temui dengan karakter galak seperti ini bisa menjadi rapuh dalam sekejap hanya karena putus cinta.

Dan alarm ponsel membuatnya harus bergegas keluar kamar. Ia harus kembali bekerja seperti biasa. Ya.. Tentunya sebagai seorang OB.

***

Silau cahaya mentari pagi mengganggu tidur nyenyaknya. Kelopak matanya mengerjap untuk menyesuaikan sinar cahaya yang di terima manik coklat indahnya. Berusaha mengingat kejadian semalam walau kepala terasa sangat pening sekali.

Sial! Yang di ingat hanyalah ia minum cocktail berulang kali. Entah sampai berapa gelas dan entah juga siapa yang sudah membayarnya.

Tunggu dulu!

Liana tersadar ini bukan kamarnya. Mengedarkan pandangan, interior seindah dan semewah ini hanya ada di sebuah hotel bintang lima. Lebih tepatnya kamar sekelas Presidential suite.

Oh Tidak!

Liana memeriksa pakaian yang ia kenakan, dan ternyata masih lengkap. Menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri tidak ada yang sakit. Untuk lebih meyakinkan ia turun dari ranjang dan langkah kakinya baik-baik saja, tidak ada yang sakit. Baiklah! Ia sudah seperti orang gila saja, terlalu percaya akan ucapan Reta. Ya sahabatnya yg satu itu sudah merasakan pecah duren walau belum resmi menikah.

Eits!

Kembali ketopik utama. Siapa yang sudah membawanya ke kamar ini? Tentunya orang itu bukanlah orang biasa. Sudah bisa di pastikan orang kaya. Buktinya rela mengeluarkan uang untuk menyewa kamar semahal ini hanya untuk menolong gadis yang tidak dikenalnya.

Ah!

Masa bodoh, yang penting dirinya baik-baik saja. Tidak ada yang kurang apapun dalam dirinya. Tapi yang menjadi pertanyaan, kira-kira nanti sampai di lobby dirinya ditagih untuk membayar uang sewa kamar atau tidak ya?

Tidak. Tidak. Tidak.

Liana menggetok kepalanya sendiri. Efek minuman beralkohol membuat otaknya berpikir yang tidak jelas. Belum dijalani saja sudah ketakutan. Daripada memikirkan hal yang tidak-tidak lebih baik ia segera keluar dari hotel ini.

Lorong hotel yang sepi. Ya tentu saja, ini kamar presidential. Liana mempercepat langkah menuju satu-satunya pintu lift yang ada disana. Begitu pintu terbuka, ia dibuat terkejut akan keberadaan seseorang yang sudah ada di dalamnya.

"Liana. Kau disini?"

Liana tergeragap. Walau sebenarnya enggan untuk masuk ke dalam lift tapi apa boleh buat. Dirinya harus segera sampai di rumah secepat mungkin.

Tapi Liana merasa ketakutan. Hingga membuat tangannya keringat dingin.

Liana takut, citranya sebagai wanita baik-baik akan hancur. Ketika kepergok baru saja keluar dari salaah satu kamar hotel. Kamar paling mewah pula. Siapa yang tau, jika dirinya dikira wanita tidak baik.

Haduh! Liana tidak bisa membayangkan. Ingin sekali menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tapi untuk apa. Dan apa hubungannya coba? Tapi Liana tidak mau, jika orang yang kini berada dalam satu lift dengannya ini menilai dirinya wanita tidak baik.

Ah! Pusing dah!

***
To be continued

Archy16

Kecantikan Hati (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang