3. Nama Miller

215 18 4
                                    

No cek-cek ulang...
Maapken jika ada typo...

Happy Reading

~@®¢h¥16~

Untuk kesekian kalinya, Raka merasa dungu. Bisa di permainkan wanita berkali-kali. Dan lebih gobloknya lagi, itu terjadi bukan sekali dua kali. Ini yang ada, wanita-wanita itu terlalu cerdas atau dirinya yang mudah di bohongi? Kalau seperti ini terus, kapan ia menikahnya?

Raka tidak pernah mempersalahkan jika kekasihnya meminta apapun padanya, itu selama Raka mampu memenuhi. Tapi sayangnya, di balik punggung kekasihnya ada orang lain yang sengaja memanfaatkan. Dan Raka jelas terlihat seperti pria bodoh yang bisa dengan mudah di bohongi.

Apa jadinya jika dia masih menjadi anak dari orang tua yang biasa saja? Bukan kalangan jetset. Apa masih ada perempuan yang mencintainya dengan tulus?

Pertanyaan itu terus menganggu pikiran Raka. Dan ia menyimpulkan, tidak akan ada jawaban jika tidak di coba bukan. Sebuah rencana terlintas di otak cerdasnya, tanpa memperdulikan bagaimana ia nanti melaluinya. Jalani saja lebih dulu, biar waktu yang menunjukkan kelanjutannya.

Mobilnya terparkir di halaman rumah mewah bergaya Victoria, begitu keluar mobil langkah kakinya begitu mantap masuk ke dalam mansion mewah itu. Dan yang ia cari ternyata sedang bercengkerama dengan mesra di depan televisi. Sepasang suami istri yang selalu membuat Raka iri karena keharmonisannya. Raka ingin jika nanti bisa seperti itu dengan istrinya.

"Raka!" Binar menghempaskan lengan suaminya yang tengah memeluk pinggangnya. Beranjak dari pangkuan Serkan berlari kearah putranya. Memberikan pelukan hangat pada Raka.

"Ck! Kau datang di waktu tidak tepat. Menganggu saja," Dumel Serkan.

Binar mengurai pelukan. "Jangan dengarkan Daddy mu." Binar kembali duduk di sebelah suaminya.

"Apa tujuanmu pulang?" Tandas Serkan.

"Kau ini! Kenapa bertanya seperti itu?" Binar mencubit paha Serkan.

"Kepulangannya selalu membawa sial untukku. Salah satunya ini tadi," Serkan mengusap bekas cubitan istrinya tadi.

Raka tersenyum geli, melihat ibunya yang mendengus sebal dan Daddynya yang nampak cemberut karena momen berduaan mereka terusik dengan kedatangannya.

"Untuk beberapa waktu yang tidak bisa aku tentukan, aku akan pindah dari negara ini. Aku ingin melepas nama Miller dalam kehidupan ku."

Raka menatap penuh tekad dan keyakinan kepada sepasang suami istri di depannya. Bahwa apa yang baru saja ia katakan bukan hal main-main. Walau ia bisa melihat ada raut terkejut lalu khawatir dimata sang Ibu, bagi Raka tujuannya baik, jadi ia tidak akan mengecewakan wanita yang telah melahirkannya itu.

"Bisa jelaskan tujuanmu, Raka?" Tanya Ayah sambungnya. Serkan Miller. Di sampingnya, Binar Aurora Miller nampak beranjak dari duduknya dan berpindah ke sofa seberang dimana putranya duduk.

"Ibu selalu bilang, ceritakan apapun masalahmu pada Ibu. Jangan di simpan sendiri," Binar menggenggam tangan putranya.

Raka menghela nafas perlahan, disinilah kelemahannya. Tidak tega melihat mata Ibunya yang berkaca-kaca seolah memohon untuk membatalkan rencananya. Ada sedikit sesal karena harus memutuskan tinggal berjarak dengan Ibunya.

"Ibu percaya padaku?" Tanya Raka dan di angguki mantap oleh Binar. "Aku ingin mencari sesuatu yang tidak bisa aku dapatkan selama nama Miller masih tersemat dalam kehidupan ku."

"Apa nama Miller sebuah kutukan bagimu?" Sela Serkan dengan nada tak terima.

"Bukan seperti itu Dad," Sangkal Raka.

Kecantikan Hati (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang