005

18 4 0
                                    

Ruelle tidak bisa tidur sejak hari pertama kedatangannya di Griya Géricault. Bukan karena berbagi ranjang dengan suami barunya, Viridian membiarkannya tidur di kamar terpisah, untung saja. Melainkan karena Ruelle sadar kini dia dikelilingi orang-orang yang sangat dia benci. Ruelle serasa masuk ke dalam sarang sekumpulan predator dengan sukarela dan dia menyesali tindakannya. Dia kira, dia akan bisa bertahan. Namun, kenyataan lebih sulit untuk dihadapi. Pagi ini, setelah memejamkan mata selama kurang lebih dua jam, Ruelle mempersiapkan diri untuk bertemu dengan anggota keluarga Géricault lainnya.

"Yang Mulia, Anda baik-baik saja?" Soren menyadari air muka Ruelle yang pucat. Dengan sigap, gadis jangkung bersurai pendek sewarna abu-abu metalik itu memeriksa denyut nadi Ruelle. "Anda tidak bisa tidur semalaman?"

Ruelle berpejam. Dadanya mendadak sesak, seakan-akan udara di Griya Gericault begitu susah untuk dihirupnya. "Aku baik-baik saja, Soren."

Bohong besar.

Ruelle tidak berharap apa-apa. Seperti dirinya yang membenci Trejan, orang-orang di Griya Géricault juga tidak repot-repot menyembunyikan ketidaksukaan mereka. Ambil contoh para pelayan, misalnya. Kerja mereka asal-asalan. Tindak tanduk pelayan-pelayan tersebut kentara sekali tidak sopan dan enggan melayani Ruelle. Bahkan, kemarin malam Ruelle bisa mendengar suara olok-olok mereka dari balik dinding kamar. Ruelle memutuskan untuk tidak mempedulikan hal itu. Dia ke sini hanya untuk memenuhi sebuah pernikahan, tidak lebih.

Ruelle mengatur napas supaya gejolak tidak menyenangkan dalam dadanya kembali tenang. Kelopak mata yang tampak lelah dan berat miliknya terkatup sebentar guna meminimalisir pergolakan yang hampir muncul pada permukaan kepalanya yang bisa meletus tanpa kenal waktu. Lalu, dia paksakan ekspresi dingin mendominasi wajah ayunya. Kepalanya tegak, tatapan matanya nyalang.

"Ayo, kita keluar. Tunjukkan jalannya."

Lorong yang menghubungkan kamar Ruelle amat panjang. Kanan kirinya berupa pilar tinggi berlapis platina dengan ornamen garis simetris berpola rumit. Lantainya mengkilap, bercorak garis simetris pula. Beberapa guci mahal berjejeran setiap jarak 1 meter, diselingi pot bunga berbeda jenis. Ruelle mengenali tumbuhan blue rocket yang hanya tumbuh di Pegunungan Vador, daerah sebelah barat Driga.

Tiba-tiba, perasaan rindu menyergap Ruelle bagai sekawanan serigala yang melolong di siang bolong.

Sambil memegangi perut tegangnya, Ruelle melangkah terus dan di ujung lorong dia berpapasan dengan Guinevere. Gadis berambut cokelat itu sangat menawan seperti kakaknya, Viridian. Ruelle melihat sebuah ekspresi kesal di wajah rupawan Guinevere, tetapi gadis itu menundukkan kepala untuk menyapa Ruelle.

"Mengejutkan Anda tidak tersesat di hari pertama berada di sini," kata Guinevere. Langkah kakinya yang anggun melambat untuk mensejajarkan diri dengan Ruelle. "Sudah punya peta?"

Alis Ruelle menukik tajam. Dalam upayanya menafsirkan maksud dari ucapan Guinevere, Ruelle merasakan kemarahan dalam dirinya telah naik sampai ke ubun-ubun. Para pelayan di sekitar mereka cekikikan menanggapi sarkasme yang dilontarkan Guinevere. Bahkan, ada yang berbisik keras, "Peta konspirasi untuk menguasai Griya Géricault!"

Sebelum Ruelle sempat melanting lidah api yang berkobar dari mulutnya, Guinevere menghentikan langkah dan menatap para pelayan.

"Jangan kurang ajar! Apakah Griya Géricault tidak mengajari kalian sopan santun?"

Nada yang Guinevere lemparkan tegas dan pelayan-pelayan itu seketika menunduk sambil meminta maaf. Kendati demikian, Ruelle menangkap sudut bibir Guin sedikit terangkat.

"Tidak perlu repot-repot menegur mereka, sebenarnya." Ruelle menatap Guinevere dengan dingin. "Perilaku pelayan adalah cerminan dari majikannya."

Guinevere tidak menyangka Ruelle memberikan balasan tersebut. Hampir saja mulutnya ternganga karena terkejut. Namun, dia pulih dengan cepat, mengekor di belakang Ruelle yang lekas-lekas menuju ruang makan.

2nd Project - IrrepressibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang