Aqua vitae ini terlalu pahit bagi Guinevere. Setelah satu sesapan, dia menurunkan gelas tinggi itu menjauh dari bibirnya, kemudian memandang kosong melewati kepala Aleneite Joscelyne yang tengah tertawa pelan. Samar-samar, suara Aleneite mampir di indra pendengaran Guinevere. Sesuatu seperti 'Duke', 'sangat tampan', dan 'sayang sekali bukan aku' lewat di kekosongan kepala Guinevere. Matanya menyapu seisi ruang pesta yang megah. Orang-orang masih berdansa, tetapi Guinevere merasa cukup sekali saja dia turun ke sana.
"Apa tidak masalah kita berkelompok sendiri? Kelihatannya sang duchess seperti orang hilang." Diandra Cleon, gadis yang selalu menempel pada Aleneite bertanya lirih, mengundang antusiasme yang lain untuk mulai bergosip.
"Dia tidak sendiri. Lihat, satu kandidat menghampirinya. Kandidat bergaun ungu."
"Kau tahu? Aku sangat tidak setuju Duke menikahi wanita itu, terlebih seorang Celandinian. Dari apa yang pernah kudengar, bangsawan di sana saja jarang mengadakan acara minum teh ataupun pesta. Apa kalian juga memperhatikan? Bahwa di acara minum teh mau pun kegiatan lain, mana pernah sang duchess menampakkan senyum? Ekspresinya macam habis menginjak kotoran."
"Terang saja mereka tidak mengadakan pesta teh, kekayaan macam apa yang mereka punya setelah Yang Mulia Kaisar menaklukkan kerajaan mereka? Lagi pula, kalau misal wanita itu tersenyum, apa kau akan membalasnya?" tanya Aleneite sambil mengangkat satu alisnya. Baron Fitzwilliam baru saja mengangguk kepadanya dan Aleneite buru-buru menunduk sopan.
"Aku tidak sudi." Diandra bergidik jijik.
"Katanya, orang-orang akan memilih teman yang mirip dengan mereka. Tidak heran Nona Chalia—si kandidat bergaun ungu—mendekati Duchess."
"Memangnya ada apa?"
"Ada rumor yang menyebutkan kalau Chalia Arnaldus lebih dulu menjalin hubungan dengan Yang Mulia Putra Mahkota. Apa dia sudah menggoda sang putra mahkota bahkan sejak mereka kecil? Wah, kalau begitu, strateginya cukup mengerikan. Itu tidak adil bagi yang lain, bukan?"
"Menjijikkan!"
"Oh, tentu saja Celandinian memberi pengaruh buruk. Jangan sampai kita dekat-dekat dengan mereka!"
Guinevere memijat pelipisnya. Entah bagaimana, satu sosok yang dia harapkan tidak kunjung muncul dan dia sakit kepala dikerumuni gadis-gadis yang banyak bicara. Apalagi membicarakan istri kakaknya dan Chalia, gadis yang dia kenali sebagai penyebab renggang hubungannya dengan Pangeran Jeong. Dahi Guinevere mengerut. Sejujurnya, Guinevere tahu siapa itu Chalia, karena Count Arnaldus sering mengunjungi Griya Gèricault sambil membawa putrinya. Namun, itu tidak menjamin kedekatan Guinevere dan Chalia. Guinevere pun tidak membenci Chalia. Hanya saja, kejadian Pangeran Jeong yang membawa seorang gadis ke tempat yang Guinevere anggap sebagai persembunyian sempurna miliknya dan sang pangeran, Guinevere jadi dipenuhi kecemburuan.
Guinevere menunduk dan menggeleng pelan.
"Bukankah lelaki di samping Duchess adalah Count Erkhart Godbert?"
Kali ini, Guinevere ikut menoleh ke arah Ruelle yang tengah berbincang dengan Count Erkhart serta Chalia Arnaldus.
"Oh, kalau boleh jujur, menurutku Count Erkhart lumayan tampan," ujar Diandra penuh semangat. Dia tampak menikmati waktunya mengomentari siapa pun, memainkan ujung rambut dengan jari sembari mengerling genit ke semua bangsawan lelaki yang memandangnya. Meski mungkin dia tidak tahu bahwa para lelaki itu tengah menatap Aleneite yang sedang mengumbar senyum.
Salah satu gadis terkesiap. "Lumayan? Kau tidak lihat senyumnya yang secerah matahari?"
Gadis-gadis itu terkikik lagi.
"Oh, Nona-nona, lihatlah. Evangeline Hatton sedang jatuh cinta!" goda Diandra.
Pipi Evangeline bersemu merah. Suara putri sulung Viscount Hatton tersebut terlalu goyah ketika membalas, "Tidak! Aku cuma—oh, diamlah, Diandra!"
KAMU SEDANG MEMBACA
2nd Project - Irrepressible
Storie d'amoreBanyak yang mewanti-wanti agar kita teguh pada diri sendiri supaya tidak dipermainkan oleh takdir. Memang, siapakah takdir? Kenapa seenaknya menyuruh para manusia tak bisa berontak dan hanya pasrah mengikuti alur? Apakah ia yang memaksa Ruelle meni...