07. Scholarship

2.1K 392 28
                                    

Na Yongkyu menghela napasnya pelan saat matanya tidak sengaja melihat anak bungsunya tertidur di sofa ruang tamu dengan kedua kaki yang terjuntai ke bawah dan sebuah kertas yang dipeluknya.

Wajah lelah yang jelas terlihat itu tetap saja tidak bisa menghentikan kakinya untuk melangkah mendekati anaknya. Yongkyu terhenti dihadapan Lisa sembari memperhatikan lama wajah mungil anaknya itu. Sepertinya itu kali pertama Yongkyu menatap wajah Lisa selama ini setelah anak itu lahir.

Tangannya bergerak untuk meraih selimut dan ia mulai menyelimuti tubuh Lisa yang tertidur di sofa. Merasa sedikit terganggu dengan pergerakan, perlahan Lisa membuka kedua matanya dan ia langsung menegakkan tubuhnya saat melihat sang ayah sedang berdiri dihadapannya saat ini.

"E-eoh, Appa, kau sudah pulang. Apa hari ini melelahkan? Mau kubuatkan teh atau sesuatu yang lain?" Tawar Lisa tergesa. Entah kenapa jantungnya berpacu lebih cepat setiap kali berhadapan dengan wajah ayahnya yang selalu datar dan menakutkan.

"Kenapa tidur di sofa? Kau tidak punya kamar?"

"Bukan begitu. Igeo, aku menunggumu  pulang sejak tadi karena aku butuh persetujuanmu untuk ini." Kertas yang Lisa peluk sejak tadi, ia serahkan pada Yongkyu. Kepalanya terus menunduk karena tidak berani menatap wajah sang ayah.

Yongkyu menatap wajah Lisa dan mengambil kertas tersebut. Ia mulai membaca kalimat pertama namun tatapannya kembali melihat wajah Lisa yang tertunduk.

"Di mana sopan santunmu? Angkat kepalamu saat berbicara dengan orang tua, Na Lisa!" Bentak Yongkyu membuat Lisa tersentak dan langsung mengangkat kepalanya.

"M-mianhae, Appa." Ucapnya pelan.

"Apa ini?" Tanya Yongkyu.

"Surat ketentuan dan persetujuan tentang beasiswa yang ditawarkan padaku untuk S2. Aku mendapat rekomendasi dari kampus dan kampus itu yang aku pilih karena paling bagus dari segi akreditasi dan fasilitas. Jika lancar, maka aku akan melanjutkan S2 di London sekitar 1 atau 2 tahun." Jelas Lisa bersemangat.

Saat mengetahui jika dirinya direkomendasikan kampus untuk menerima beasiswa dari salah satu kampus terbaik di dunia, Lisa senang bukan main. Rupanya karya seni milikknya sudah diakui oleh dunia, bahkan oleh orang hebat dalam bidang seni.

"Kalau memungkinkan, aku juga akan menggelarkan pameran seniku sendiri dan orang-orang di dunia ini bisa melihat dan menikmati karㅡ"

"Kenapa menyerahkannya pada Appa? Hal tidak penting seperti ini, biasanya juga Jennie yang selalu mengurusnya. Kenapa tidak menyuruhnya saja?"

Hal tidak penting? Woah, bukankah itu sangat menyakitkan untuk didengar? Itu artinya sang ayah tidak mengakui semua usaha keras dan rintangan yang Lisa lakukan sampai sejauh ini.

"Untuk hal sebesar ini, pihak kampus menyarankan untuk mendapat persetujuan langsung dari orang tua. Mereka bahkan memintaku membawa Appa ke kampus untuk konsultasi, tapi aku tahu kau sibuk. Aku hanya ingin menjelaskan semua dan mendapat persetujuanmu, karena ini menyangkut masa depanku, Appa."

Yongkyu tertawa sarkas, "Dan saya tidak sudi terlibat dalam masa depanmu. Saya tidak peduli tentang sekolah seni, beasiswa, dan pameran yang kau idamkan itu. Semua hal yang kau lakukan tidak menguntungkan saya dan kau hanya merepotkan hidup saja. Seni yang kau sukai itu tidak bisa membuat saya menghasilkan uang, Lisa!"

Srak~

Lima lembar kertas berisi persetujuan dan ketentuan mengenai beasiswa itu dilempar ke depan wajah Lisa dan Yongkyu membawa sepasang kakinya pergi dari sana. Lisa menatap nanar kertas-kertas itu dan tertawa kecil.

EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang