10. Guilty

861 164 11
                                    

bungsu Na itu membalik tubuhnya saat mendengar pintu kamarnya terbuka. ia langsung tersenyum dan meletakkan alat tulisnya setelah berkutat selama beberapa jam di depan meja belajarnya.

"good morning." sapa Jennie ramah. Jennie menghampiri adiknya dan meletakkan susu hangat di atas meja.

"morning, Unnie. apa tidurmu nyenyak? kau sangat sibuk kemarin." sahut Lisa lalu menyesap susu buatan Jennie itu.

"lumayan. Unnie cukup sibuk kemarin dan mungkin beberapa minggu ke depan juga. Lisa-ya, untuk beberapa minggu ke depan mungkin Unnie akan jarang pulang pada sore hari dan akan sulit untuk mengurusimu, maafkan Unnie, hm? tapi jangan khawatir, kalau kau butuh sesuatu, katakan pada Unnie."

Lisa mengangguk dan terkekeh mendengar penuturan Jennie. ia seperti anak kecil di mata Jennie.

"jangan khawatirkan aku, Unnie. aku sudah besar dan bisa mengurus diriku sendiri. lebih baik Unnie fokus dengan pekerjaanmu dan selesaikan semuanya dengan baik. aku akan baik-baik saja."

"tapi tetap saja, Unnie khawatir kalau seandainya Jisoo Unnie dan Appa menganggumu lagi dan Unnie tidak ada disisimu." ucap Jennie sembari cemberut.

"itu tidak akan terjadi. hubungan kami baik-baik saja belakangan ini, aku juga sering kali berpapasan dengan mereka dan mereka tidak melakukan apapun selain melewatiku begitu saja seperti biasanya. dan sepertinya aku juga akan menambah jadwal mengajarku, karena anak sekolah menengah sebentar lagi dalam masa ujian, jadi ada banyak panggilan mengajar untukku." balas Lisa santai dengan senyumannya.

"benarkah? Unnie tenang kalau begitu. baiklah, lakukan apa yang kau inginkan asal jangan membuatmu sampai kelelahan dan sakit, eoh? jangan lewatkan jam makan dan tidurmu."

Lisa langsung mengangguk. setelahnya Lisa terdiam sejenak, ia ragu untuk mengatakannya pada Jennie atau tidak tentang beasiswa yang ditawarkan. karena bagaimanapun, waktu terus berjalan dan Jihye sudah terus menanyakan kepastian atas keputusan yanh Lisa ambil.

"ada apa? ada yang ingin kau katakan?" Lisa tersadar dari lamunannya. Jennie memang terlalu peka untuk membaca raut wajah adiknya.

"tidak juga. tapi Unnie, seandaikan, ini hanya seandaikan, kalau aku menerima tawaran untuk meneruskan pendidikanku di luar negeri, bagaimana menurutmu?" tanya Lisa ragu.

Jennie mengerutkan keningnya bingung. topik ini terlalu acak dan terlalu tiba-tiba. tapi sudah ada jawaban pasti dalam otakknya saat ini.

"tentu saja kau harus mengambilnya jika itu hal yang baik. kesempatan bagus tidak selalu datang dua kali, Lisa-ya. seandaikan itu benar-benar terjadi padamu, Unnie akan mendukungmu dan Unnie akan ikut juga menemanimu selama kau belajar di luar negeri."

mendengar itu, Lisa langsung menggeleng tak setuju. "Tidak bisa, Unnie. kalau kau ikut denganku, bagaimana pekerjaan dan karirmu di sini? meninggalkan itu semua untukku, itu hal yang tidak mungkin." protes Lisa.

"apanya yang tidak mungkin? Unnie akan melakukan apapun untukmu, bahkan jika Unnie harus meninggalkan karir atau pekerjaan Unnie di sini untuk menemanimu ke luar negeri, bukan masalah besar." sahut Jennie kelewat santai. tentu saja jawaban Jennie membuat Lisa takut dan semakin khawatir. ia tidak mau kakaknya terus berkorban untuknya.

"kalau begitu, tidak jadi. aku akan terus di Korea aja supaya Unnie tidak meninggalkan pekerjaan Unnie." Jennie tertawa mendengar ucapan Lisa. adiknya itu selalu menggemaskan di matanya.

"kenapa kau menjadi serius seperti ini? padahal ini hanya berandai-andai. Lisa-ya, Unnie semakin sadar kalau kau sangat mirip dengan Eomma. kau tidak mau merepotkan orang lain dan kau tidak mau orang lain berkorban untukmu, persis seperti Eomma." ujar Jennie seraya membelai rambut Lisa.

EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang