08. Be Proud

2.1K 364 62
                                    

Kembali pada kegiatannya sehari-hari, Jisoo kini menapakkan kakinya di perusahaan milik sahabatnya, Hong Suzu. Bukan perusahaan besar seperti miliknya, namun perusahaan sahabatnya itu terus berkembang pesat selama 3 tahun terakhir.

"Bagaimana caramu melatih semua staff perusahaanmu? Mereka sangat sopan dan ramah. Aku sudah mengeluarkan 30 staff di perusahaanku karena sikap mereka yang minus." Tanpa mengetuk pintu, Jisoo langsung masuk ke dalam ruangan Suzu. Sudah biasa dengan sikap tidak sopan Jisoo, Suzu memilih untuk mengabaikannya saja.

"Staff perusahaan itu hasil cerminan pemimpinnya." Sahut Suzu tanpa mengalihkan pandangannya dari komputer dihadapannya.

Jisoo berdecih dan memutar bola matanya malas. "Omong kosong macam apa itu."

"Ini belum jam makan siang dan kau sudah di sini. Apa kau sudah bangkrut dan tidak memiliki jadwal lagi?" Kini tatapan Suzu beralih pada sahabatnya yang tengah terduduk di atas sofa.

"Kau seharusnya bangga karena kunjunganku ke kantormu adalah schedule pertamaku hari ini." Jisoo tersenyum jahil ke arah Suzu, namun mendapat decakkan dari gadis dengan nama unik itu.

Suzu memundurkan kursinya, membuka laci mejanya, dan mengambil sesuatu dari sana. Setelahnya, Suzu berjalan ke arah Jisoo dan duduk dihadapan sulung Na itu.

"Undangan itu, kau dapat juga?" Tanya Suzu sembari menyodorkan undangan yang diterima perusahaannya tempo lalu.

Jisoo mengangguk. "Aku baru melihatnya tadi pagi."

"Lalu kau akan datang?"

"Aku tidak tahu akan sepenting apa acaranya sampai aku harus mengorbankan waktuku untuk datang ke acara prompt seperti itu. Ya aku mengerti kalau halnya tidak meleset dari bisnis, tapi sepenting apa acara itu?"

"Leogan corp berencana memperluas usaha mereka sampai ke Eropa. Garis besarnya, mereka membutuhkan support dan dana yang besar dari para investor. Yang lebih tidak aku mengerti adalah kenapa dia mengundangku juga? Padahal perusahaanku tergolong start up."

"Percaya dirilah, bodoh. Aku yakin akhir tahun ini atau awal tahun depan, perusahaanmu akan melangkah lebih jauh dan menjadi besar. Kau harus berjuang sampai kau tidak perlu lagi bersusah payah mencari investor, tapi mereka yang mencarimu. Aku yakin kau akan segera berada di titik itu, percaya padaku." Jawab Jisoo santai. Suzu tersenyum kecil, inilah yang ia suka dari Jisoo. Jisoo begitu supportif sebagai sahabatnya.

"Aku bangga dengan diriku sendiri. Dulu mimpiku ditentang keras oleh keluargaku, apalagi waktu mereka tahu aku mengambil jurusan kuliah yang tidak sesuai dengan kemauan mereka. Tapi nyatanya aku bisa buktikan kalau aku bisa berhasil dengan jalan dan caraku sendiri."

"Jurusan kuliah tidak menjadi acuan untuk sukses. Kau bisa sukses karena kau berbakat. Dan yang lebih penting, aku akan selalu mendukungmu." Ujar Jisoo.

"Tapi kenapa kau tidak bisa berbuat hal yang sama pada Lisa? Bukankah jurusan kuliahnya yang sekarang tidak akan merugikannya? Dia berbakat dan bisa sukses dengan caraya sendiri. Kenapa kau tidak mau mendukungnya seperti kau mendukungku, Jisoo-ya?"

Jisoo bungkam. Lidahnya kelu hanya untuk sekadar menjawab. Selalu. Suzu selalu berhasil membuatnya bungkam dan tidak bisa memikirkan jawaban apa yang bisa ia lontarkan untuk menjawab pertanyaan atau pernyataan Suzu.

Melihat Jisoo yang terdiam, Suzu menghela napasnya dan mengambil tablet di meja kerjanya. Beberapa detik Suzu berkutat dengan tablet miliknya dan setelah itu, ia meletakkan tablet itu di hadapan Jisoo.

"Lihatlah. Bagus, kan? Itu hasil karya adikmu." Mata Jisoo menatap lekat gambar yang ditampilkan di tablet Suzu.

"Karya itu dikirimkan ke Paris untuk lomba tingkat internasional di kampusnya. Tidak mengejutkan, adikmu menang dengan posisi pertama. Dia sangat pantas untuk itu. Dan ternyata adikmu mendapat beasiswa khusus untuk berkuliah di salah satu kampus terbaik di dunia. Aku mengetahuinya dari adik sepupuku yang satu angkatan dengan Lisa. Selain mendapat tawaran beasiswa, dia juga mendapat tawaran untuk mengadakan pameran tunggal perdananya di Paris. Itu kelas dunia, Jisoo-ya. Tidak semua orang bisa, bahkan banyak seniman hebat gagal menempati posisi itu."

EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang