1.0

4.1K 668 160
                                    

❝Jangan bercanda❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Jangan bercanda❞

────────────

"Ini yang terakhir!"

[Name] tersenyum puas saat berhasil menjemur seluruh tirai di mansion milik Bonten. Tangannya tergerak untuk menutupi sinar matahari yang menyilaukan matanya.

Pikirannya kembali melayang pada kejadian kemarin. Sanzu ternyata hanya mendapat robekan kecil pada bahunya, dan saat Ai menemukannya pria itu tengah tertidur karena kelelahan bekerja. Ya... wanita itu memang terlalu berlebihan.

Saat pulang pun, [Name] tidak melihat Ai sama sekali. Entah kemana perginya wanita itu. Ya... [Name] tidak peduli juga. Mau dia pergi atau mati, bukan urusan wanita itu.

[Name] tersadar dari lamunannya, saat menyadari payung yang menutupi tubuhnya dari panas matahari. Suaminya tengah memayunginya saat ini.

"Jangan berlagak sebagai suami yang baik. Aku tak butuh bantuanmu." Ujarnya ketus, berjalan kembali ke mansion membawa ember kosong.

"Kenapa kau tak mengatakan hal yang sejujurnya pada kami? Jika saja kami tahu Ai yang melukaimu, kami—"

"Kalian akan apa?" Potong [Name] cepat, menatap lekat suaminya. "Kalian akan mengingatkannya untuk tidak berbuat jahat padaku? Atau kalian akan melindungiku dengan cara mengurungku di tempat ini?"

"Itu cara yang lebih baik, dibanding di luar sana kau harus terluka."

[Name] menggeram tertahan, wajahnya memerah karena emosi yang tak dapat dia tahan lagi. Dengan kasarnya, dia melempar ember ke wajah Kokonoi, berharap ember tersebut melukai wajah tampannya itu.

"Kukatakan padamu. Aku lebih terluka di tempat ini. Lalu... jangan bertingkah seakan kau peduli padaku. Aku tidak membutuhkannya!"

Kokonoi mengusap wajahnya dengan kasar, "Apa yang sebenarnya kau inginkan? Aku sungguh tidak dapat memahami jalan pikiran wanita. Bukankah selama ini kau berharap kami peduli padamu, lalu sekarang kau menolak kepedulian kami?" Tanyanya seraya menahan suaranya agar tidak semakin meninggi.

"Harapan itu sudah lama kubuang, sangat tidak penting." Ujar wanita itu kembali tenang. "Seperti yang kukatakan, hal yang kubutuhkan saat ini adalah kalian tidak ikut campur dengan kehidupanku. Uruslah wanita kesayangan kalian, jangan pernah peduli padaku."

Sebab, jika kalian mulai menunjukkan rasa peduli, aku pasti tidak dapat membenci kalian, lanjut wanita itu di dalam hatinya.

"Bisakah kau tidak menyusahkan kami, dan menerima kepedulian kami?"

Kokonoi menahan napasnya saat sebuah tembakan air berhasil melukai pipi kirinya, tembakan yang keluar dari jari istrinya. Tak pernah Kokonoi bayangkan jika [Name] dapat melakukan hal yang mengerikan seperti itu, dan juga berani melukainya.

6 Husband [Bonten]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang