Sembilan

576 82 17
                                    

Ketika cinta meninggalkanmu,

mampukah kau bertahan?

Ketika cinta baru mengulurkan kasihnya padamu,

tegakah kau menolaknya?

Demi cinta yang tak pernah berakhir...

.

.

Jihyo membuka kedua matanya secara perlahan. Pikirannya melayang pada kejadian semalam. Ia berharap semua hanya mimpi. Mimpi buruk yang akan berakhir saat ia membuka mata pagi ini.

Mimpi yang hanya akan datang sekali seumur hidupmu—tidak akan terulang di kemudian hari. Mimpi yang akan dilupakan dan diganti dengan mimpi lainnya. Ironisnya itu bukan mimpi.

Nyata. Senyata segaris sinar mentari yang menyusup melalui tirai kamar yang sedikit tersibak. Jihyo mengejapkan matanya, membiasakannya dengan sinar di sekelilingnya. Kepalanya pusing. Ia mengingat kejadian semalam. Bayangan wajah Taehyung menyerobot masuk ke dalam ingatannya. Hampa.

Jihyo mengedarkan pandangannya meyapu seluruh penjuru ruangan kamar ini. Ia tak menemukan sosok yang menjadi mimpi buruknya. Dan ia berharap tak lagi melihat pria itu. Namun ia tak bisa menahan godaan untuk tidak memperhatikan lemari dan meja kecil di sampng tempat tidur mereka—mungkin ia meninggalkan secarik note padanya seperti kemarin. Nihil.

Mandi adalah keputusan Jihyo untuk menjernihkan pikirannya. Membiarkan air shower membasahi sekujur tubuhnya. Meluruhkan sisa-sisa kepenatannya.

Suka tidak suka, pikiran Jihyo selalu berlari pada kejadian semalam. Gemericik air dari shower di atasnya terasa bagai bisikan Taehyung saat mengucapkan namanya yang terasa begitu nyata.

Sentuhan air shower di tubuhnya bagai sentuhan Taehyung padanya semalam—meski di luar keinginanya—sentuhan itu terasa amat nyata. Tubuhnya menggigil mengingat kejadian itu.

Air yang membasahi tubuhnya kini memberi rangsangan baru, sulit menolak, ia menginginkan belaian itu lagi—meski merutuk pria yang melakukannya. Jihyo tahu bukan pertama kali ini ada pria yang menyentuhnya. Hanya saja...

Pria ini Taehyung...

Menggelengkan kepalanya dengan cepat, Jihyo bergegas menyudahi mandinya—serta pemikiran liarnya tentang kejadian semalam. Baru saja ia keluar dari kamar mandi, masih berbalut kimono mandinya, Bibi Hye Ra masuk ke dalam kamarnya.

"Apa aku mengganggu tidurmu, Jihyo-ya?" Tanyanya.

"Tidak. Aku baru saja selesai mandi." Jawab Jihyo masih dengan menggosok-gosok rambutnya dengan sehelai handuk.

"Apa semalam Taehyung menyakitimu?"

Jihyo diam. Lagi, kejadian semalam berputar di kepalanya. "Aaa… Tidak."

"Taehyung semalam begitu mengkhawatirkanmu, Jihyo." Ia menatap lembut kedua bola mata Jihyo, membuat Jihyo semakin kikuk.

Tak tahu bagaimana membalas perkataanya. "Ia sangat khawatir saat kau belum juga pulang sampai selarut kemarin. Kau tahu, bahkan ia berniat menyusulmu sebelum aku dan lainnya melarang. Taehyung sedang sakit, Jihyo-ya."

Kali ini Jihyo kembali diam, ia sama sekali tidak mengetahui keadaan Taehyung belakangan ini. Kejadia tiga bulan lalu membuatnya menjaga jarak dengan pria itu. Ia takut—terlarut perasaan yang seharusnya dimatikannya. Jarak yang Jihyo bangun dengan Taehyung membuatnya tak tahu apa-apa saja tentang pria itu.

"Akhir-akhir ini asmanya sering kambuh. Ia terlihat seperti memikirkan sesuatu." Kata Bibi lagi.

"Bibi, di mana Taehyung sekarang?" Tanya Jihyo.

Wingless Butterfly ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang