5/5

652 142 159
                                    


Aku ngerasa kok akhir-akhir ini aku banyak typo, padahal udh aku screening kayak biasa sebelum diupdate.

Kalian keganggu, gak? Kalo keganggu, feel free buat ngingetin lewat komentar. Nanti bakalan aku edit ulang.

 Nanti bakalan aku edit ulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lima bulan kemudian.

Sungguh, setiap hari Jerrian harus menahan malu karena kedua orang tuanya tampak seperti anak baru besar yang sedang dimabuk asmara. Lebih tepatnya ayahnya saja, karena pria itu terus saja ingin menempel pada ibunya.

24 jam. Bahkan, makan saja sering minta disuapi Joanna. Apalagi berangkat dan pulang kerja. Ibunya pasti akan diminta menunggu di dermaga.

Seperti sekarang, Jerrian harus menahan lapar di rumah. Karena kapal Surandar terlambat datang. Seperti biasa. Namun kali ini lebih lama karena matahari sudah hampir tenggelam.

"Mamamu di mana, Rian?"

Tanya Sandra, tetangga depan rumah yang akhir-akhir ini sering datang ke rumah. Entah sekedar meminta garam atau hanya ingin pamer skincare pada Joanna. Sekaligus, ingin melihat Jeffrey yang kini berubah menjadi pria sungguhan. Maksudnya---bertubuh kekar dan memiliki perut kotak-kotak.

Iya, Sandra baru tahu belakangan karena dia tidak terlalu memperhatikan pada awalnya. Namun akhirnya tahu juga setelah minggu lalu melihat Jeffrey olahraga di depan rumah ketika fajar. Sebelum berangkat kerja, sembari menggoda istrinya yang sedang mencuci pakaian.

"Jemput Papa di dermaga!"

Sandra langsung memasuki rumah. Bersolek dan berganti pakaian. Dengan memakai gaun selutut yang didapat dari Delima, anak Surandar.

Tidak lama kemudian Joanna dan Jeffrey datang. Seperti biasa Jeffrey akan merangkul Joanna ketika berjalan. Takut jatuh katanya. Tidak masuk akal, kan?

"Rian, coba tebak! Papa bawa apa?"

"Pasti ayam! Ayo kita makan! Aku sudah lapar!"

Seru Jerrian dengan nada kesal. Sebab dia benar-benar lapar dan ingin makan segera. Namun ayahnya justru ingin bercanda padanya.

"Jerrian, Papa membelikan kamu baju baru. Kamu pasti suka."

Ucap Joanna sembari melepas rangkulan. Lalu mencuci kaki dan tangan di kamar mandi depan rumah. Kemudian memasuki rumah guna menyiapkan makan malam.

"Serius?"

Tanya Jerrian memastikan. Sebab dia memang sungguhan senang. Iya, senang. Siapa juga yang tidak senang jika dibelikan baju baru oleh orang.

Ya, meskipun terkadang modelnya tidak sesuai selera. Namun Jerrian tetap menerima karena dia memang jarang mendapat baju baru sebelumnya.

Maklum saja, ini karena Surandar hanya akan membelikan baju-baju dengan model yang serupa pada setiap warga. Agar tidak terjadi kesenjangan sosial dan membuat mereka bertengkar.

HE'S GONE [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang