*****
"Kalau mimpi kita ketinggian, kadang kita perlu dibangunkan oleh orang lain." - Raditya Dika
Aku menatap kesal pada layar ponsel murah ini. Kutipan itu baru saja aku baca dari salah satu media sosial. Sambil mencebik kesal, aku membanting ponselku ke kasur yang aku tempati. Mataku memanas dan bulir-bulir air mengalir deras. Aku memang gadis aneh yang cengeng.
"Nangis kenapa lo?" tegur kakakku, sebut saja Anyelir. Dia memberikan semangkuk mie kesukaanku, rasa seblak. Aku mendudukan diriku di atas ranjang dan memakan makanan pemberian Anyelir.
"Ce, mimpi tinggi itu salah, ya?" tanyaku setelah suapan terakhir lolos ke dalam mulut. Aku meminum seteguk air dingin dari nakas.
"Gak salah. Tapi kalau untuk lo, itu kesalahan besar, Nya."
"Why?" Mendengar jawaban dari Anyelir sontak aku mengalihkan pandangan ke arahnya.
"Karena mimpi lo sekarang pasti aneh. Ya, kan?"
Jujur, pernyataan itu membuat hatiku cukup sakit.
"Ck, udahlah! Mending kamu rajin ngelukis. Katanya dulu kamu pengen jadi pelukis," lanjut Anyelir.
Setelah membangunkanku dari mimpi, Anyelir pergi dengan bantingan keras pada pintu kayu kamarku. Pelukis, mimpi yang saat SD aku sebutkan pada keluargaku. Aku menghasilkan banyak lukisan kala itu. Hasilnya pun tidak perlu diragukan.
Jika orang lain bermimpi menjadi pengacara, dokter, atau bahkan aktor, aku, Anya, malah bermimpi menjadi putri di kerajaan besar. Lucunya lagi, mimpi itu terlintas ketika aku sudah menginjak bangku SMA.
"Aku memang aneh."
Aku terkekeh miris membayangkan reaksi beberapa orang belakangan ini. Mulai dari papi, mami, sahabat, mantan bahkan cece. Padahal, aku berusaha menguatkan mental untuk menyerukan mimpi anehku ini. Jujur, aku tidak berharap sama sekali pada mimpi menjadi putri. Aku hanya butuh semangat dan dukungan orang terdekatku.
"Aku hanya ingin mengetahui mimpiku sebenarnya."
Sudahlah, memang seharusnya manusia tidak boleh berharap lebih pada orang sekitar. Kita hanya bisa berharap pada diri sendiri. Dunia tidak akan berjalan seperti apa yang aku inginkan. Bumi dan takdir tidak hanya berputar disekelilingku. Benar, kan?
Aku memakai hoodie dan berjalan keluar rumah, berniat mengunjungi taman. Aku menghiraukan tatapan kedua orangtuaku. Taman yang aku kunjungi hanya berjarak 5 menit, tapi cukup lelah jika hanya dengan berjalan kaki.
Aku duduk di bawah pohon yang rindang dan cukup jauh dari keramaian. Pandanganku terkunci pada sekumpulan anak-anak TK. Lebih tepatnya pada anak berkostum Cinderella yang menghampiriku.
"Hallo, Kak! Aku ijin duduk di sini, ya?!"
Walaupun ucapannya terkesan ramah, tapi raut wajahnya tidak begitu. Dia tampak kesal, atau mungkin kecewa. Entahlah, aku tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangkar Mimpi
RandomKekurangan bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan. Jam berputar mundur berbalik arah. Semua hal termasuk manusia. Kembali perjalanan mundur menuju awal masa, awal penciptaan. Namun, semua itu tidak berlaku, khususnya untuk hidupku. Akankah te...