Memeluk Asa

7 2 0
                                    

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Di dalam kamar yang tidak terlalu luas, di bawah cahaya kuning lampu tidur, dan berada di udara yang terasa panas, Alia mengetik sesuatu di ponselnya. Air mata tak hentinya mengucur deras. Dadanya sangat sesak, terasa sakit, tapi Alia tidak tahu obatnya. Tak kuasa dengan semuanya, Alia melempar ponselnya ke dinding kamar, kemudian ia tengkurap dan menyembunyikan wajahnya di balik bantal.

Malam ini sangat kacau. Alia tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan suasana rumah yang awalnya baik-baik saja. Alia juga tidak mau di posisi seperti ini, tapi Alia juga tidak mau suasana rumah menjadi seperti ini. Alia hanya bisa menangis—meratapi yang sudah terjadi.

"Kenapa sih ibu gak paham sifat Alia? Kenapa harus Alia terus yang paham sama ibu? Kenapa?" Suaranya bergetar hebat.

Alia mau belajar sabar, tidak mudah emosi, Alia juga sedang belajar mengerti keadaan ibu, perasaan ibu dan belajar menjadi Alia yang lebih baik. Namun, kejadian tadi membuat Alia menangis. Di saat Alia merasa lelah dengan semuanya, dengan kegiatannya yang padat, dengan kondisi rumah serta keuangan yang seharusnya Alia tidak perlu tahu tentang keuangan itu.

"Aku tahu ibu capek, makanya aku bantuin ibu, tapi kenapa ibu gak menghargai aku?! Aku juga capek!" adunya pada malam. Malam yang menjadi saksi bisu atas masalah Alia dan ibu menit lalu. "Alia cuma pengin ibu paham sama sifat Alia, kondisi Alia. Alia capek enggak? Alia sakit hati enggak?  Alia baik-baik aja enggak?! Sekali aja, Bu ...."

Alia merubah posisi tidurnya, kini ia menatap langit-langit kamar. "Alia pengin nyerah. Gimana kalau Alia mati aja? Pasti ibu lebih bahagia 'kan? Soalnya gak ada lagi yang nyakitin hati ibu ... Alia capek! CAPEK!"

Alia turun dari kasur, ia mendekati laci meja belajar, di sana ada jarum pentul. Alia menatap jarum itu sambil menangis, kemudian mengambilnya dan mendekatkan benda tajam itu ke permukaan kulit tangan sebelah kiri. Bukannya melukai diri sendiri dan Alia masih sadar akan perbuatannya, Alia membuang jarum itu ke sembarang arah dan berganti mengambil buku bekas yang terletak di samping buku mata pelajaran OTK Kepegawaian. Ia merobek buku itu, merobeknya sampai tak tersisa sedikit pun. Semua kertas yang ada di buku itu telah dirobeknya.

"Alia kok gini sih? Kenapa jadi begini? Ayo sadar! Sadar Alia!" Alia menampar pipinya sendiri. Alia merasa hilang kendali sehingga ia ingin melukai dirinya sendiri dengan cara menusuk-nusuk tangannya menggunakan jarum itu. Lebih banyak tusukan maka akan cepat terasa lega hati Alia.

Tangis Alia semakin deras, ia memilih kembali ke kasur. Alia duduk di atas kasur, menenangkan dirinya sendiri dengan cara mengusap-usap kedua lengannya sendiri. Setelah merasa lebih tenang, Alia merebahkan badannya, tak lama kemudian ia tertidur.

°°°°

Dua hari setelah malam itu, hubungan Alia dengan ibu sudah membaik, meski tidak banyak obrolan. Alia tengah duduk termenung di warung Pak Sopian, tubuhnya membelakangi berbagai macam makanan ringan yang ada di atas meja.

Sangkar MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang