Kim Wonpil menyusuri jalanan komplek saat mentari sudah condong ke Barat. Berlatarkan senja, pemuda itu berjalan sembari menunduk dan sesekali terlihat menendang kerikil kecil tak berdosa.
Setelah menghabiskan waktu dua menit perjalanan, langkah Wonpil kemudian terhenti di depan rumah tingkat bergaya modern. Yup! Tempat yang ia tuju hanya berbeda 3 nomor dari rumahnya.
Bak sang pemilik rumah, Wonpil langsung membuka gerbang dan berniat menuju pintu utama. Namun hal tersebut urung dilakukan saat ia melihat notifikasi yang muncul di layar handphone.
"Gua baru balik, Pil. Sekarang lagi di rumah Kak Brian."
Melihat pesan tersebut, Wonpil mencak-mencak seorang diri. Sejak pesan terakhirnya terkirim, Dowoon tak membalas pesan sama sekali. Itu yang membuat pemuda ini memutuskan untuk menyambangi rumah rekan seperjuangannya itu.
"Kenapa nggak dari tadi sih Woon bilangnya? Ini aku udah di depan pintu rumah kamu!"
"Sorry, Pil. Lu sini aja nyusul daripada harus balik lagi."
Setelah berpikir sepersekian detik, Wonpil akhirnya memutuskan untuk berbalik arah. Ia menuju rumah Brian yang berada tepat di samping rumah tempat ia berada sekarang.
Gerbang rumah tersebut ternyata tak ditutup. Wonpil langsung saja masuk untuk kemudian tercenung di halaman sebab melihat motor yang terasa sangat familiar baginya.
"Kenapa nggak masuk?"
Sebuah suara yang datang dari arah pintu berhasil membuat Wonpil mematung. Tanpa harus mengalihkan pandangan ke arah suara, pemuda itu tahu pasti tentang siapa sang pemilik suara ini.
Betapa tidak, suara ini yang kerap kali tanpa izin mengganggu pikirannya sepekan terakhir. Suara milik pemuda berjemari lentik yang beberapa pekan lalu mengantarnya pulang dan memainkan piano di rumahnya, pemuda yang diam-diam berhasil mengobrak-abrik tentram hidupnya, entah dalam arti buruk atau dalam arti baik. Lebih jelasnya, ia adalah pemuda yang sedang Wonpil berusaha hindari. Setidaknya, untuk saat ini.
"Pil? Lu kesurupan?"
Lagi, suara itu menelusup dalam indra pendengaran. Kali ini lebih dekat.
"Pil?!"
Suara itu akhirnya berhasil membawa Wonpil kembali pada alam sadarnya. Tentu, dengan sebuah tepukan kasar yang mendarat di pundak. Tanpa Wonpil sadari, pemuda lebih tua itu kini telah berada tepat di hadapannya.
"Eh? Kak Jae? Ngapain di sini?"
Pertanyaan itu langsung saja terlontar dari bibir si pemuda kelinci.
"Ini gua nggak sih yang harusnya nanya, lu ngapain di sini?"
Jae balik bertanya.
"Eh? Oh iya, aku mau ketemu Dowoon!"
"Oh, yaudah. Anaknya di dalam tuh."
Wonpil tanpa ragu langsung berjalan melewati Jae. Namun, tangannya tetiba ditahan oleh pemuda itu.
"Sebelum masuk, mending anter gua beli makan dulu."
Wonpil ragu. Ia tak berniat mengiyakan ajakan tersebut. Jae menangkap keraguan itu. Tatapannya cukup tajam untuk memperhatikan segala perubahan raut wajah si pemuda kelinci.
YOU ARE READING
MELLIFLUOUS | Jaepil
Romancemel‧li‧flu‧ous /məˈlɪfluəs/ (adj) A mellifluous voice or piece of music sounds pleasantly smooth. Musik memang milik semua orang, namun Kim Wonpil hanyalah milikku seorang -Jae Ft. Day6 Members