Kringg
Suara bel pintu masuk berdering kala sesosok jangkung memasuki cafe minimalis yang tak jauh dari Kampus.
Tanpa basa-basi, lelaki itu langsung menuju kasir untuk memesan tiga cup latte dan beberapa roti untuk mengisi perut miliknya serta teman-temannya yang sekarang sedang sibuk merapikan stand mereka.
"Sudah jam 5 sore ternyata," Jae berucap pelan, ketika melihat jam yang menggantung di dinding cafe.
Setelah dirinya selesai memesan makanan serta minuman yang diinginkan, Jae memutuskan untuk duduk di bangku yang tak jauh dari kasir guna menunggu pesanan. Sebab tak ada hal yang perlu ia lakukan, lelaki itu akhirnya mengedarkan pandangan ke seluruh bagian cafe.
Suasana di sana cukup nyaman, cafe yang didesain dengan kombinasi logam dan kayu, dipadukan dengan cat yang didominasi warna coklat dan cream, membangun suasana tentram. Apalagi ditambah aroma kopi yang mengguar, membuat siapapun betah berlama-lama di sana.
Tempat itupun tak terlalu ramai. Mungkin karena hari telah beranjak sore, banyak mahasiswa yang telah merebahkan diri di rumah atau sibuk membereskan bekas pameran seperti apa yang sedang Jae dan teman-temannya lakukan.
Tak jauh dari tempat Jae duduk, terdapat dua mahasiswa yang sedang bercengkrama, tak jarang mereka tertawa ringan di sela pembicaraan.
Mahasiswa lain juga terlihat duduk di sudut cafe. Fokus pada laptop di hadapan, sembari sesekali menyesap kopi yang sudah tak lagi mengepulkan asap.
Namun, yang menarik perhatian Jae adalah lelaki manis yang duduk tak jauh dari jendela cafe. Lelaki itu sedang sibuk menggambar entah apa pada papan tulis kecil di hadapannya.
Sesekali dahinya berkerut, seperti tak puas akan apa yang ia buat. Tapi, tak lama kemudian seulas senyum terukir di bibirnya.
Mungkin, hasil karyanya kali ini dirasa memuaskan
Jae sibuk menerka-nerka.
Lelaki manis itu masih tak sadar akan kehadiran sosok yang sedari tadi memperhatikannya. Sosok yang bahkan tak sadar bahwa sedari tadi dirinya tengah mengagumi karya Tuhan di hadapannya.
Rambut coklat yang tertimpa sinar mentari senja, jemari yang menggoreskan tinta pada pekerjaan di hadapan, senyum yang terukir indah, dan-
"Atas nama Park Jaehyung. "
Suara panggilan itu akhirnya membawa Jae kembali dari alam bawah sadar. Ia segera mengambil pesanan untuk kemudian kembali ke tempatnya berada. Khawatir, jika teman-temannya sekarat akibat dibiarkan kelaparan begitu lama.
***
"Akhirnya makan!!"
Seperti biasa, Brian selalu tak berhasil menyembunyikan rasa cintanya pada makanan. Bahkan, saat Jae masih berada beberapa meter dari tempat mereka berkumpul, pria berpipi chubby itu sudah lari menghampiri Jae karena tak sabar.
"Kok lu beli roti empat Jae? Kan kita cuma bertiga?" Brian bertanya.
"Enggak usah sok-sokan nanya, gua tau lu biasa makan dua porsi," ujar Jae judes.
Brian terkekeh, kemudian mereka berdua menghampiri Sungjin yang masih berkutat dengan beberapa kertas formulir pendaftaran.
"Nih, makan dulu. Kerja terus lu kayak slogan Presiden," Brian menyeletuk.
Sungjin tak menanggapi, ia lebih memilih untuk nurut saja. Toh, perutnya juga sudah demo sedari tadi.
Mereka pun akhirnya memilih makan dalam diam, terlalu lelah untuk bersenda gurau seperti biasa.
"Eh, Bri. Lu hutang penjelasan sama gua," Jae memecah hening, terlihat bahwa roti miliknya sudah tandas.
"uanvshannagshajyq," Brian berceloteh dengan mulut yang masih penuh roti.
Plakk
"Telan dulu, anjir!" Jae mengeplak kepala Brian.
"Penjelasan apaan?" Akhirnya Brian kembali menggunakan bahasa manusia.
"Kim Wonpil," ujar Jae singkat.
"Dia temenan sama si Dowoon dari orok. Kemana-mana berdua. Gua yang jadi tetangga mereka berasa diasingkan," jelas Brian.
"Di mana ada Dowoon di sana ada Wonpil, itu pasti," tambahnya kemudian.
Jae mengangguk angguk paham, wajar jika Brian menyebut mereka anak kembar.
"Kenapa emang Jae? Perasaan udah lama lu nggak kepo sama seseorang sejak- "
"Eh, Bri!! Bantu gua bawain instrumen ke basecamp sekarang. Sekalian kita persiapan buat pentas besok," Sungjin segera menyela perkataan Brian.
"O-oh, oke!" ujar Brian kikuk.
Kemudian, kedua lelaki itu meninggalkan Jae yang masih menyeruput latte sembari menyelami pikirannya sendiri.
Ternyata, waktu sangat cepat berlalu, ya?
YOU ARE READING
MELLIFLUOUS | Jaepil
Romansamel‧li‧flu‧ous /məˈlɪfluəs/ (adj) A mellifluous voice or piece of music sounds pleasantly smooth. Musik memang milik semua orang, namun Kim Wonpil hanyalah milikku seorang -Jae Ft. Day6 Members