"Tuhan itu hanya ada satu untuk semua keyakinan"
24/1
Jam menunjukan pukul 14.43, artinya sudah hampir 3 jam ia menunggu gadis itu sholat. Tapi sampai detik ini, ia masih senantiasa duduk di bawah pohon yang tak jauh dari masjid Shena sholat. Ia tidak melihat Shena keluar dari masjid itu.
Pikiran Arshan dipenuhi dengan bayang-bayang wajah kecewa Shena tadi. Apakah Shena marah karena dirinya berbohong? Apakah Shena marah karena mereka berdua berbeda keyakinan?
Wajah kecewa Shena yang di penuhi dengan air mata yang keluar dari mata indahnya tak pernah sirna dari pikiran Arshan. Rasanya ia seolah ikut tersakiti ketika melihat Shena menangis. Perih.
"Maafin gue Shen" entahlah rasa bersalah itu malah semakin kuat. Apakah benar ia sudah menyakiti Shena?
Arshan bangkit dari duduknya, ia berjalan menuju masjid. Setibanya di sana, seorang pria tua menghampiri Arshan.
"Silahkan, alas kakinya simpan disana, tempat wudhu laki-laki sebelah kanan masjid" kata pria tua itu dengan ramah dan senyum hangat.
"Terimaksih" balas Arshan.
Kemudian Arshan membuka sepatunya dengan sedikit lamban, jujur ia juga tidak tahu apa yang mesti ia lakukan setelah ini. Ini pertama kalinya ia menginjakan kaki di rumah ibadah yang bukan keyakinannya, terakhir ketika ia masih sekolah.
Merasa heran, pria tua itu menghampiri Arshan dan duduk di sampingnya. "Mas kenapa? Kaya kebingungan gitu"
"Tidak apa-apa, pak".
"Ada yang bisa saya bantu?".
"Tidak" balas Arshan singat.
"Mas mau sholat?".
"Tidak, saya sedang menunggu teman saya pak" ujar Arshan mengalihkan pandangannya seolah menunjuk seorang gadis yang tengah duduk berdoa di dalam masjid, membuat pria tua itu ikut menoleh juga.
"Mas tidak ikut temannya sholat juga?".
"Tidak" lagi-lagi dengan jawaban singat.
"Kenapa?".
Arshan diam beberapa saat, kemudian- "Tuhan kami berbeda" jelas Arshan membuat pria tua itu bungkam.
Kemudian pria tua itu tersenyum hangat kepada Arshan, ia paham bagaimana rasanya berada di posisi Arshan. Tangannya bergerak menepuk serta mengelus pundak Arshan.
"Tuhan itu hanya ada satu untuk semua agama dan semua keyakinan. Kamu tidak salah, gadis itu juga tidak salah. Agama kalian pun tidak salah" jelas pria itu terhenti.
"Di agama mu sudah di perintahkan, kau boleh mencintainya, tapi jangan ambil ia dari Tuhannya, begitu kan?" lanjutnya sambil di angguki oleh Arshan.
"Tapi di agama saya dan temanmu juga banyak perintah untuk kami tentang itu, seorang perempuan beragama islam tidak boleh mencintai laki-laki yang tidak beragama islam" jelas pria tua itu membuat Arshan terdiam.
Tidak boleh mencintai laki-laki yang tidak beragama islam? batin Arshan.
"Pilihannya hanya satu, kalian bersama tapi akan ada kemungkinan kalian akan menyakiti satu sama lain, dan-" ucapnya terhenti.
"Dan? Dan apa pak?" ucap Arshan meminta lanjutan.
"Salah satu dari kalian harus ada yang berkorban" ucapnya seolah membuat jantung Arshan seperti berhenti berdetak.
"Dan tidak semua pengorbanan akan berakhir bahagia, Mas. Saya tidak melarang kalian berdua, itu hak kalian. Tapi yang pasti, jangan pernah salahkan agama kalian apalagi takdir".
Saya pernah membenci takdir, karena keyakinan saya berbeda dengan keyakinan wanita yang saya cintai, hingga akhirnya Allah merubah takdir kami berdua. Takdir kita berbeda, meskipun bersama, batin pria tua itu menatap senduh kearah Arshan.
"Kalian sejalan, tapi arahnya saja yang berbeda".
°°°°
"Ngapain di situ?" tanya Shena.
Shena yang kebingung ketika ia tiba-tiba melihat Arshan duduk di luar masjid tepat dekat dengannya, hanya terhalang tembok masjid.
"Nunggu lo" balasnya dengan santai.
Shena berdecak kesal, ia melihat jam di tangannya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat jika sekarang hampir jam 3 siang, dan sebentar lagi sholat ashar.
Apakah selama itu ia di masjid? Selama itu ia berdoa? karena kecewa ternyata ia tau jika ia dengan Arshan berbeda keyakinan. Dan selama itu pula Arshan sabar menunggunya?
"Gue kira lo ketiduran, taunya doanya yang kepanjangan" jelas Arshan sembari tersenyum menggoda Shena.
Mereka mengobrol yang dihalangi oleh tembok, sudah jelas bukan hal simpel seperti ini saja sudah ada halangannya?
"Makasih yaa".
"Buat?" tanya Shena bingung.
"Doa lo yang panjang tadi, itu buat gue kan?"
Astaga.
Apakah ini benar Arshan yang tadi pagi ia kenal di pinggir danau? Apakah ini orang lain yanh sedang mengganggunya?
"Cihh" ternyata Arshan memiliki tingkat percaya diri melebihi rata-rata orang normal.
"Kata bapak di depan itu, katanya gue boleh masuk ke masjid meskipun gue non-muslim, tapi ga dibolehin masuk sini soalnya ini bagian cewe katanya". Jelas Arshan sambil mengerucutkan bibirnya.
"Itu ngerti"
"Shen" panggil Arshan sambil menatap Shena, yang kemudian Shena ikut membalas tatapannya.
"Bapak itu juga bilang, Tuhan itu ada hanya satu untuk semua keyakinan, gue gak salah lo juga gak salah, begitupun dengan agama kita" ucap Arshan berhenti, hatinya terenyuh mengingat kembali ucapan pria tua itu.
Tanpa mereka sadari, mata keduanya mulai buram karena air mata mereka.
"Gue tau agama kita berbeda, tapi gue selalu berharap takdir kita bakalan sama"
°°°°
Salam
Ani Rodiani🐢
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHEN
Teen FictionApa takdir kita akan sama, sedangkan Tuhan kita saja berbeda? . . . Jika bertemu denganmu adalah sebuah kesalahan. Maka aku bersedia melakukan kesalahan itu berulang kali. . . . Say hay❤❤ Jangan bosen, jangan lupa mampir di ceritaku yang lainnya...