08

220 35 4
                                    

08 - Kalender Kegiatan

------------------------------

Segerombolan pemuda-pemudi atas nama BEM Universitas Jayabakti Jakarta telah sampai dirumah dengan nuansa teduh.

Rumah itu hampir delapan puluh lima persen terbuat dari kayu, bahkan jendelanya pun terbuat dari kayu.

"Sekarang pilih, yang di lantai satu mau diisi cewek atau cowok?" tanya Raden. Mengadakan rapat dadakan saat mereka baru saja tiba di halaman villa.

Motor memang sudah diparkirkan di garasi dengan rapih. Hanya mengatur orang-orangnya saja.

"Cewek mending di lantai dua aja, biar bebas juga kalo mau ngapa-ngapain," saran dari seorang Arjuna.

"Emang cewek pada mau ngapain, Bang?" tanya Yudha dengan nada nyeleneh. Jelas sekali bahwa cowok ini meledek.

"Ya kan, kali aja yang cewek pada mau buka-bukaan," seloroh Hasbi.

"EH, CONGOR LO YA BENER-BENER, DEH," teriak Donna dengan wajah kesal menahan amarah.

"Buka sesi curhat, maksudnya, Kak," Hasbi buru-buru menambahkan, "Lagian belom selesai ngomong udah di sela aja sih. Sabar makanya."

"Heleh, gue tau ya bukan itu maksud dan tujuan lo," Yumna membantah, "Nggak usah sok-sokan jadi alim gitu."

Hasbi berdecak dengan gaya yang berlebihan, "Salah mulu dah gue, heran."

"Yaudah, jadinya gimana?" tanya Fadlan, membalikan lagi topik diskusi dadakan mereka.

Rayya menatap teman-teman srikandinya itu, "Cewek di lantai dua aja, ya? Karna kalo di lantai satu, bukannya apa-apa sih, kalo sampe ada hal-hal yang nggak kita inginkan kejadian, misalnya kemalingan gitu—"

"AMIT-AMIT RAYYA ANJIR YA DOANYA," teriak Donna, lagi. Donna ini emang hobi teriak.

Rayya berdecak, "—ya kan misalnya. Tapi, jangan sampe juga. Amit-amit, deh,"

"Pasti maling itu lewat pintu bawah. Nah, nggak aman gais kalo cewek ada di lantai satu. Nggak bisa menghalau maling."

"Jadi inti dari omongan lo itu, secara nggak langsung lo biarin maling bunuh yang cowok-cowok dulu baru yang cewek bisa teriak nyari pertolongan?" Yohan menyimpulkan dengan sangat terperinci.

"Agak bangsat ya kalo dipikir-pikir," tambah Hendrik.

"Kebanyakan bacot anjir," kata Hanif dengan kesal. Dia capek menggendong tas ranselnya yang berat itu, "Jadi keputusannya gimana? Lamban banget, anju."

"Cewek di lantai dua," kata Arini dengan nada final dan disetujui oleh ke sembilan perempuan.

"Oke, cewek di lantai dua," Raden melipat kedua tangannya di depan dada, "Di lantai dua ada tiga kamar. Jadi, kalian bisa pake satu kamar tiga orang."

"Masalah pembagian kamar, biar kita bagi sendiri aja, Bang" kata Rina.

Vano melirik sekilas ke arah perempuan yang baru saja menanggapi perkataan Raden, "Lagian siapa juga yang mau repot-repot bagiin kamar."

"Bangsat lo, pano kudis kurap."

"Sialan nih bocah."

Raden melerai keduanya, kucing dan kucing garong itu memang harus dipisahkan.

"Gue kasih waktu satu jam buat bersih-bersih dan siap-siap sebelum kumpul lagi di pendopo villa," kata Raden seraya menunjuk pendopo villa yang berada di luar rumah, semacam gazebo tetapi dengan luasnya yang muat menampung tiga puluh orang. Tentu saja gazebo tersebut terbuat dari kayu.

Senandung Hati Raden | Mark Lee X Yeri Kim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang