06

208 35 0
                                    

06 - Absurd

------------------------------

"Mau pulang kaga lo, Kak?" sentak Nakula kepada Rayya yang tengah berceloteh ria bersama ciwi-ciwi anggota BEM Univ.

Katanya sih, mereka menamakannya dengan srikandi BEM. Udah ada grup tersendiri pula, untung Raden tak ambil pusing tentang grup bawah tanah itu.

Donna menatap adik tingkatnya yang terkenal manis dimata semua kaum hawa, "Bentar dulu kenapa sih, Na, orang masih rame juga nih sekre."

Nakula menghela napas, "Gue abis ini mau eksperimen soalnya."

"Eksperimen apaan?" tanya Rayya kepada sepupunya itu.

Nakula melirik ciwi-ciwi anggota BEM Univ sebentar sebelum membalas, "Olahan sehat dan menarik minat makan anak dari bahan bayam—," aku Nakula jujur

"—ayo, Kak, gue beneran harus ngerjain tugas itu sebelum gue izin buat raker besok."

Rayya menghela napas. Kalau Nakula sudah merengek seperti ini, berarti memang sangat urgent, "Yaudah, ayo kesayangannya aku, ayo kita pulang."

"Geli, anjir!"

Rayya beserta teman-temannya srikandinya itu tertawa. Mereka —kecuali Rayya, baru mengetahui sisi Nakula yang suka merengek seperti anak kecil, persis seperti saat ini.

Setelah acara pelantikan selesai sekitar jam sebelas lebih hampir nyerempet jam dua belas sih, anak-anak bubar dan lebih memilih untuk ke basecamp yaitu sekre. Makan siang bareng seraya merayakan ikrar suci mereka tadi, begitu kata sang ketuanya.

Walau sekarang sudah jam dua siang, sekre masih saja ramai. Beberapa ada yang bertanding game, beberapa ada yang sedang konsultasi dadakan dan sebagian —ah tidak sebagian, tapi seluruhnya, anggota perempuan malah sibuk gosip.

"Gue pulang duluan ya, brader!" pamit Nakula sembari menggendong tas ransel di satu bahunya saja.

Hasbi menyela, "Buru-buru amat, sih."

Vano terkekeh, "Biasalah anak gizi, nggak boleh lama-lama nongkrong, harus bertanggung jawab buat gizi anak indo baik-baik aja."

Nakula melirik tajam Vano, teman se-departemennya. Lain kali dia akan membalas perkataan menyebalkan Vano itu, Nakula janji.

"Ayam gue kemaren mati, Na. Kalo gue paksa buat dimasak, apa gizinya bakal berkurang?" tanya Rehan dengan sok polos. Tentu saja, laki-laki itu hanya berniat meledek.

"Bakal jadi racun yang ada, tolol dah lo." Yudha menimpuk Rehan dengan plastik ciki.

"Itu yang dinamain ayam tiren!" celetuk Fadlan.

Dahi Hanif berkerut, "Maksud lo ayam mati kemaren, Dlan?" Fadlan mengangguk.

"Terus kenapa kalo ayamnya mati kemaren, emang beracun, Dlan?" tanya Raden ikut-ikutan. Kalau ini beneran nanya, tak ada unsur meledek seperti halnya Rehan.

Fadlan malah mengerutkan dahinya, "Siapa yang bilang beracun. Gue cuma bilang, ayamnya Rehan itu dinamain ayam tiren. Ayam mati kemaren, nggak ada bilang beracun. Itu mah asumsi lo aja."

Teman-temannya yang lain hanya tertawa mendengar keabsurdan Fadlan. Bahkan Nakula yang tadinya kesal malah ikutan tertawa. Benar-benar aneh keluarga barunya ini.

"Ini berawal dari pamitnya si Nakula jadi ke ayam tiren ya, anjing. Sangat tidak berfaedah pembicaraan ini." kata Hendrik menarik kesimpulan pembicaraan mereka.

Arjun mengangguk setuju, "Mari kita sudahi saja pembicaraan bodoh ini. Daripada kalian ikut tambah bodoh. Mampus aja lo, anjir, kalo semua matkul lo pada ngulang."

Senandung Hati Raden | Mark Lee X Yeri Kim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang