Ruh-Nya

24 1 0
                                    

Sesekali kurasakan kecemasan dan ketakutan dalam diri ketika Dia berbisik bahwa Dia suatu ketika ataupun tiba-tiba akan campakkanku.

Aku,
cipta bapak-ibuku,
tanah berdiri-bergerak ini,
akan tumbang dijejal pada pusara bumi tuk berganti rupa.

Gagah-elokku kerut takut kala Dia bosan singgah di diriku.

Bumi, air, api, udara, ruang hampa, tidak lagi bersamaku.
Mereka 'kan lebur kala Dia pindah pijakan pada bumi muda yang lainnya.

Mati!
Ya, matilah yang aku maksud dalam bincangan gaib ini.

Terkadang dia datang menyapaku dalam renungan.
Redup seketika api hidup dalam diriku tatkala hembusan-Nya datang menerpa.

Yang aku heran kenapa aku begitu takut jika Dia pergi dari bumiku.
Padahal jika Dia pergi, bukankah Dia tidak merepotkanku lagi.

Juga jika Bumiku mati, bukankah aku justru telah memasuki fase dimensi ke empat yang menjadikanku semakin dekat pada Dzat Yang Maha Hebat.

Semestinya aku tak gentar pada kabar-kabar yang banyak disebar bahwa mati adalah sakit melebihi dikuliti.

Sudahlah!
Kapan pun Engkau akan pergi, aku persilahkan.
Aku tahu Engkau pergi untuk kesempurnaan-Mu.
Dan aku tahu kesempurnaan-Mu adalah karenaku.
Dan Engkau pasti menunggu dan menemukanku dalam kesempurnaan itu.

Rimba Puisi, Bagaimana Aku akan Mengukir? "Jati"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang