Pagi berikutnya, kembali turun salju. Andrey mengenakan mantel tebal. Sepeda ia kayuh dengan cepat. Di sekolah, ia merenung. Ada beberapa rencana untuk pergi ke Stalingrad.
Rencana satu, yaitu menumpang kendaraan yang bertujuan ke sana. Namun, biaya bisa menjadi masalah jika pemiliknya mata duitan. Rencana kedua ini terdengar nekat, yaitu naik sepeda ke Stalingrad di tengah musim dingin. Andrey bingung.
Teman-temannya sudah datang. Segera, suasana pun cair. Namun Andrey tidak terlalu senang. Pikirannya kalut.
~
Pulang sekolah, ia bersepeda ke dekat bandara militer. Ia memarkir sepedanya dan masuk diam-diam.
Di sana, terlihat beberapa tentara sedang berlalu lalang. Andrey mengintip mereka. Tiba-tiba, ia dikejutkan oleh suara seseorang.
"Siapa kau nak? Mengapa kau berada di sini?" sebuah suara laki-laki terdengar ramah di telinga. Andrey menengok. Tak ada rasa takut di dirinya. Ia menatap orang yang menyapanya tadi.
Andrey pun menyapa balik,"Kau sendiri siapa? Sepertinya kamu kerja di sini. Pilot ya?". Andrey bisa menebaknya. Lewat atribut yang dikenakan oleh pria itu.
Pria tadi hanya tersenyum. Ia menganggukkan kepala. "Kau benar. Aku memang seorang pilot di Angkatan Udara," katanya.
Andrey pun mengajak pria tadi ke pinggir lapangan berumput. Mereka duduk di sana. Andrey dan pria itu saling berkenalan.
"Namaku Andrey Avdeyev. Kamu?" anak laki-laki itu mengulurkan tangan. Pria tadi balas menjabat sambil mengatakan bahwa dirinya bernama Igor Stalinski. Andrey menanyakan kapan hari ulang tahunnya dan Linski (begitu Andrey memanggilnya) mengatakan bahwa ia lahir tanggal 16 April. Andrey langsung melengkungkan bibir ke atas sambil menunjukkan deretan giginya yang putih bersih. Sungguh orang yang spesial, ultahnya sama denganku! Pikirnya.
Andrey dan Linski saling bertukar cerita. Anak laki-laki yang sedang merindukan ayahnya berkata bahwa kemarin dia dikabari jika ayahnya terkena tembakan di perut. Ketika teringat hal itu, wajah Andrey berubah menjadi suram. Linski menenangkannya, bahkan ia juga menawari permen mint jika bocah itu mau. Andrey akhirnya tersenyum lagi.
Sementara si bocah kecil mengunyah permennya, giliran Linski bercerita. Dulu ayahnya seorang tentara saat Perang Dunia I terjadi. Setelah perang usai, beliau kehilangan kaki kanannya sehingga harus mengenakan tongkat untuk berjalan. Linski pun memiliki keinginan untuk meneruskan karier ayahnya sebagai personel militer. Ia pun sekolah di Akademi Militer Angkatan Udara Uni Soviet. Dan seperti apa yang kita baca ini, Linski memang berhasil menjadi pilot yang handal.
Linski juga menceritakan beberapa misi penerbangan yang pernah ia jalani. Linski pernah terbang bersama pesawat pengintai untuk mengawasi gerak-gerik Nazi Jerman saat terjadi Pertempuran Smolensk silam. Juga saat menyerang tentara Nazi Jerman dengan menjatuhkan bom-bom berukuran kecil namun mampu mengacaukan mereka sehingga mereka lengah di Belarus. Andrey menatapnya kagum. Ia jadi ingin terbang naik pesawat pula.
"Pilot Stalinski! Dari mana saja Anda? Perintah Kapten Petrova untuk menemuinya di kantor!" seru seorang tentara bertubuh gempal. Linski pamit kepada Andrey, lalu segera berlalu menuju kantor kapten tersebut. Samar-samar, Andrey masih bisa mendengar gerutuan Linski tentang si kapten yang membuat dirinya tertikik geli. "Dasar wanita bawel berwajah menor!" begitu katanya.
Tentara tadi menghampiri Andrey. "Kau siapa nak? Mengapa kamu datang ke sini?" tanyanya.
"Tak apa pak. Kalau main ke sini jadi ingat ayah yang lagi tugas di Stalingrad..." jawab Andrey.
"Ooh, begitu. Ya sudah kalau begitu, pulanglah. Mungkin ibumu sudah menunggu di rumah," perintah sang tentara. Andrey sebetulnya masih ingin berada di situ, namun karena bandara militer itu bukan tempat untuk bermain, begitu kata si tentara, akhirnya ia pun meninggalkan daerah tersebut. Ia ambil sepedanya yang tadi ia sembunyikan, lalu mengayuhnya ke rumah.
~
Malam datang lagi. Perapian dari tadi siang sudah menyala terus. Andrey menikmati makan malam sederhananya lagi, hanya telur ceplok dan roti panggang yang dimasak di wajan teflon.
~
Seusai sikat gigi dan membaca buku sebentar, ia rebahan di kasur dengan selembar selimut tebal yang memiliki robekan. Selimut ini nyaman dan hangat, tapi gatal... Huh, ternyata begini akibatnya kalau ambil selimut yang sudah dibuang, pikirnya. Matanya sudah terpejam, namun dirinya belum tidur. Setelah beberapa saat, ia sudah pulas di bawah pelukan selimut itu.
~
Andrey bangun di reruntuhan bangunan. Ia kaget. Tadi malam, ia tidur di kasur, sekarang berada di tengah puing-puing bangunan. Ia melihat baju yang ia pakai. Seragam tentara yang kedodoran! Ukuran yang pas dipakai ayahnya melekat di tubuh anak laki-laki dengan tinggi 134 cm itu. Ia juga memegang senapan. A, apa yang terjadi? Di mana aku? Andrey bingung.
Tiba-tiba, ia melihat sosok ayahnya di dalam sebuah bangunan. Ia terlihat pucat, kain kasa melilit perutnya. Ia menatap tajam ke arah putranya, seolah memberi perintah untuk maju perang besama tentara lain. Tiba-tiba, bangunan yang menaungi ayahnya itu runtuh. Andrey sangat terkejut. Ia menangis sambil mengangkati bongkahan batu yang menimpa sang ayah.
Karena panik, ia menjadi lengah. Beberapa tentara Jerman mendekati dirinya tanpa ia sadari. Andrey baru menengok kaget ke belakang ketika sepucuk senapan menyentuh kepalanya. Begitu ia menengok, terlepaslah peluru. DOR!
Andrey kaget. Ia langsung terduduk di atas kasur. Napasnya terengah-engah. Ia masih setengah sadar sehingga ia mengambil bantal sebagai senjata. Namun, beberapa detik kemudian, tak terjadi apa-apa. Ia pun sadar bahwa tadi hanya mimpi buruk. Ini masih kamarnya. Andrey menghela napas lega. "Hah... hah... hah, hanya mimpi ya Tuhan... Kaget aku", Andrey mengusap peluh di dahi.
Bab selanjutnya sudah menunggumu 🤓. Vote selalu diapresiasi 😁🙌✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Panjang Andrey dan Stalinski
FantasyAndrey Avdeyev adalah seorang bocah Rusia berusia 10 tahun. Pada suatu malam, ia dan ibunya dikabari jika ayahnya yang sedang bertugas di Stalingrad terluka parah. Andrey lalu mencari cara agar bisa bertemu dengan ayahnya. Ia kemudian bertemu dengan...