Berangkat!

22 3 0
                                    

"Eh, nak. Masuk pesawatnya nanti dulu. Kita akan diinstruksikan lagi nanti. Lagipula, kau harus memakai beragam pengaman ketika mengudara," ujar Linski.

"Ah, baiklah. Kapan instruksi diberikan?" tanya Andrey.

"Semenit lagi, ya Tuhan... Cepat!" perintah pilot muda itu. Ia kaget melihat jam sakunya.

Andrey meninggalkan tasnya di dalam pesawat. Mereka berdua lari ke lapangan. Alhasil, mereka mendapat barisan di belakang. Untunglah suara Kapten Petrova masih terdengar.

Usai penjelasan, pilot dan kru pergi ke ruang perlengkapan. Mereka memakai berbagai macam pengaman. Setelah itu, mereka kembali ke pesawat masing-masing.

Pesawat Linski ada di urutan ke 7. Sudah terdengar aba-aba untuk bersiap. Di dalam pesawat, Linski duduk di ruang kendali. Andrey menempati tempat duduk di belakangnya.

Seorang pemberi aba-aba telah maju ke depan. Ia memberi perintah untuk lepas landas. Pesawat nomor satu segera mengudara, diikuti oleh pesawat selanjutnya.

"Oke, sabuk pengaman sudah kamu kencangkan nak? Jangan lupa kacamata dipakai," kata Linski.

Andrey mengangguk. Ia melongok ke kanan dan ke kiri ketika pesawat mulai melayang dari aspal.

"Wuahh," decaknya kagum.

"Ya, begini ketika kau naik pesawat ini," jawab Linski tenang.

Pesawat pun terbang semakin tinggi di udara. Seekor burung terbang melewati mereka.

"Hei, burung macam apa yang terlambat migrasi?" tanya Andrey.

"Entahlah," jawab Linski.

"Linski, apakah kita akan melewati mendung tebal di depan?" tanya Andrey.

Pesawat Linski berada di formasi paling belakang. Ia melihat pesawat kawan-kawannya masuk ke dalam awan tersebut. "Cepet banget berubah topiknya nak. Kurasa tak ada jalan lain selain menembus awan itu. Kita akan melewatinya," jawab Linski.

Pesawat paling depan memberi koordinasi. Pesawat-pesawat pun memasuki awan. Andrey dan Linski sudah terbang jauh, namun belum juga keluar dari gumpalan awan tersebut. Tidak tampak pesawat lain di sekitarnya.

"Linski, sudah seberapa jauh kita?" tanya Andrey.

"Entahlah. Coba kulihat di radar," jawab Linski. Tidak ada sinyal radar! Linski pun mengecek kompasnya. Namun, jarumnya malah berputar-putar terus tanpa menunjukkan mana utara maupun selatan, padahal pesawat tidak terbang berputar.

Linski pun berusaha mencari jalan keluar dari mendung. Sementara, Andrey melihat pria di depannya mengemudikan pesawat. "Jangan khawatir nak, kita akan segera keluar dari cloud bread ini," kata Linski. Ia berusaha tetap tenang.

Nihil. Berjam-jam kemudian, pesawat masih berada di dalam awan tersebut. Sudah terbang lurus, tidak ketemu jalan keluar. Belok, juga masih awan. Balik ke belakang, masih awan dan awan. Semuanya kelabu. Tak lama kemudian, guntur menyambar.

"Whoa, hati-hati Linski!" seru Andrey. Ia mulai merasa was-was.

"Ya Drey. Tenang, kita akan baik-baik saja," jawab Linski. Ia menarik beberapa tuas, lalu mengendalikan setir pesawat.

Bagaimana keadaan Andrey? Ia mulai mabuk udara. Badan ia sandarkan di bangku pesawat. Pusing. Dari tadi, ia hanya melihat awan, awan, dan awan berwarna kelabu di sekelilingnya. Atas, bawah, samping kanan, samping kiri.

"Kau baik-baik saja nak?" panggil Linski.

"Uhh, ya. Jangan khawatir," jawab Andrey sambil mengacungkan jempol.

"Kalau enggak enak perutnya, ini ada permen mint," tawar Linski. Ia melempar sekaleng kecil permen kepada Andrey. Bocah itu menangkap dengan sigap dan melahap sebutir. Lumayan, mualnya sedikit teratasi. Sementara itu, Linski kembali serius mengendalikan pesawat.

Andrey beranjak dari duduknya. Dia melihat petir menyambar di dekat pesawat. Andrey merasa ngeri. Ia pun kembali bersandar. "Fuh huh, ngeri banget," ujarnya.

"Andrey, kurasa kita harus mendarat darurat," ujar Linski. Terlalu beresiko untuk terbang di tengah badai. Padahal tadi cuacanya bagus," keluh pilot itu.

Pesawat pun menukik ke bawah. Andrey menatap tegang di depannya. Linski, dia masih tetap tenang. Pesawat pun turun ke bumi lagi. Namun, sepertinya bukan pendaratan mulus yang mereka dapatkan. Pesawat menabrak batu kerikil, yang menyebabkan keseimbangan sedikit goyah. Untunglah, kerikil-kerikil tadi sudah dilewati. Pesawat juga melindas batang kayu yang sudah lapuk sehingga benda tersebut hampir oleng. Akhirnya pesawat pun benar-benar berhenti.

Andrey dan sobatnya melihat sekeliling. Kabut tebal mengelilingi mereka. Dingin sekali hawanya.

"Sebentar Andrey, aku akan mengecek keadaan," ujar Linski keluar pesawat. Andrey tetap duduk di dalam, ia memeluk erat boneka keledainya.

"Aku tidak tahu kita berada di mana Drey. Tunggu sampai kabut hilang," kata Linski ketika Andrey keluar pesawat. Ia menahan badan anak itu berjalan lebih jauh. Bagaimana kalau di dekat sini ada jurang dan Andrey jatuh ke sana? Apalagi cuaca sedang berkabut tebal.

Andrey melihat-lihat sekitar. Whuuzh, dinginyaaa, batin Andrey. Ia mengancingkan jaketnya.

Andrey dan Linski duduk di dekat pesawat. Mereka menunggu selama kurang lebih setengah jam. Kabut pun hilang perlahan-lahan. Yang terlihat di depan mereka adalah sebuah gua. Di belakang, terdapat turunan bukit dan padang rumput yang luas. Di samping kiri mereka, terdapat bukit yang ditumbuhi banyak pohon. Di bukit itu pula terdapat sungai berair terjun. Di atas, langit terlihat mendung.

"Linski, kau kenal daerah ini?" tanya Andrey.

"Entahlah. Daerah ini juga bukan desaku," jawab Linski. Kepalanya menoleh ke mana-mana. Ia kagum dengan panorama yang begitu indah, meskipun mendung yang membuatnya kelabu menyelimutinya.

Gruduuk... Terdengar suara guntur. Mendung pun terlihat semakin pekat.

"Andrey, mau hujan. Bisakah kau membantuku memasukkan pesawat?" tanya Linski.

"Euhh, gimana caranya?" tanya bocah itu.

"Kita keluarkan barang-barang di dalam, terutama yang rawan meledak. Kurasa gua itu cukup untuk pesawat kita. Hati-hati," jawab Linski.

Mereka pun mengeluarkan barang-barang logistik militer dan bom-bom kecil itu, memasukannya ke dalam gua. Linski pun mendorong pesawat masuk ke dalam gua, dibantu oleh Andrey. Pesawat itu sangat berat. Ditambah, jalan sedikit menanjak dengan beberapa sebaran batu. Untunglah batu-batu tadi sudah disingkirkan oleh mereka berdua.

Pesawat pun sukses dimasukkan ke dalam gua. Andrey dan Linski melepas alat-alat pengaman mereka. Dua orang itu lalu duduk di dalam gua. Guanya gelap. Tak lama kemudian, hujan pun turun dengan derasnya.

"Dingin," ujar Andrey.

"Butuh pelukan?" tawar Linski.

Tak menjawab, Andrey langsung masuk di rangkulan pilot tersebut.

"Hangat," jawab Andrey. "Oh ya, kita ada di mana sih?" tanyanya lagi.

"Tak tahu. Hei, lihat! Stalaktit dan stalagmit guanya menyala," tunjuk Linski.

Andrey menoleh. Ia kagum. Baru pertama kali dia melihat gua yang begitu indah. Ada hewan bercahaya macam glowworm di sana. Andrey pun semakin mengencangkan pelukannya. Nyaman. Di tengah cuaca hujan, sambil melihat stalaktit stalagmit bercahaya.

Linski hanya senyum-senyum saja. Bocah ini cepat akrab, pikirnya.

~

Thank you for vote 😊❤

Perjalanan Panjang Andrey dan StalinskiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang