0.0 𝒂𝒘𝒂𝒍

76 11 0
                                    



Langit hitam tanpa awan sedikitpun di atas sana terlihat amat menyesakkan. Keheningan yang teredam oleh suara gesekan pertemuan antara sepatu berbahan suede dengan jalanan beraspal tipis yang sedikit berpasir, ditemani dengan hembusan angin kecil yang menyapa permukaan kulit terasa sedikit menusuk.

Perempuan dengan pakaian tanpa ada sedikitpun warna selain hitam itu hampir tak nampak akan esistensinya. Setelah membenarkan tas yang menggelantungi bahu kanannya, ia membetulkan letak topi bisbol lebih turun hingga hampir tak menampakkan wajahnya. Rambut panjang legam sepinggangnya ia biarkan tergerai tanpa ada yang mengganggu. Terus menjajahkan kaki di jalanan kecil pinggiran kota, entah menuju ke sembarang arah. Di dalam hatinya hanya ingin pergi jauh tanpa ada seorang pun yang mengganggu.

Samar-samar bunyi kerusuhan menyelinap telinga penuh tindik. Sejanak menghentikan langkah sembari memasang tatapan waspada. Kening yang berkerut samar mengira akan hal apa yang terjadi pada tengah malam begini. Ia kembali menjejakkan kakinya lebih jauh membuat suara samar kegaduhan semakin terdengar jelas.

Semakin mendekati ujung jalan pertigaan ia sedikit memperlambat langkahnya, tanpa ekspresi ia mengalihkan tatapan ke arah kiri, dalam remang-remang kedua mata sepersis malam miliknya melihat 2 orang bertubuh kekar tengah saling menunjukkan kekuatannya pada seorang laki-laki yang sudah terkapar tak berdaya dengan bercak darah mengalir manis di wajahnya. Perempuan berjaket kulit hitam tersebut menajamkan indra pendengarannya kala para pria bertubuh kekar itu berhenti memukuli.

“Udah telat lebih dari dua bulan, lo lari terus, bego!” bentak salah satunya bersamaan dengan tendangan kuat yang membuat sang penerima mengaduh hingga keluar cairan kental dari mulutnya.

Berusaha untuk tidak menimbulkan suara apapun,  dirinya menurunkan tas yang berada di gendongan. Membukanya perlahan dan mengambil sesuatu dari dalam sana dengan tatapan tak teralihkan pada situasi menegangkan di depan sana. Setelah mendapatkan apa yang ia mau, dirinya membiarkan tas nya bergeletak tak berdaya di tanah, dan memasukkan barang yang baru saja ia ambil ke dalam jaket.

Manik selegam obsidiannya tak pernah luput dari pandangan yang segera ia tuju, langkah pasti penuh percaya dirinya mendekat pada kegaduhan. Kedua pria berbadan besar itu kembali memukuli seorang pemuda yang dapat dilihatnya dari jarak sekian meter.

“Berhenti!” Kata tersebut tak mengudara dengan keras, cukup pelan yang terdengar dalam keluar dari dalam kerongkongan. Kedua pria di sana menghentikan aktifitasnya dan fokusnya seketika teralihkan.

“Siapa?” suara salah satu dari mereka.

Perempuan bersurai panjang tersebut dapat mendengar rintihan dari laki-laki muda yang sudah tak lagi berdaya, meskipun pandangannya sedikit terhalang oleh topi yang ia kenakan, dirinya dapat melihat seberapa parah luka yang diakibatkan dari jarak dekat.

Karena tak kunjung ada jawaban yang terlontar dari mulut perempuan penggangu itu, salah satu orang yang mungkin sebagai rentenir itu mendekat dan menyibak topi yang dirinya kenakan hingga terjatuh mencumbu tanah.

Dengan pandangan yang buram juga pencahayaan yang minim, laki-laki muda itu dapat melihat perubahan sikap, bahkan tidak ada perlawanan apapun yang dibuat oleh orang yang baru saja merenggut seluruh tenaganya hingga habis.

Merogoh saku jaketnya gadis itu melemparkan sesuatu yang baru saja ia ambil dari dalam sana, sepersekon detik netranya bergulir pada seorang lelaki muda penuh luka. Ia kembali mengalihkan tatapannya pada rentenir yang diam tak berkutik sembari memandangi sebongkok uang yang baru saja terlempar jatuh ke tanah.

Kedua rentenir berbadan besar itu kembali menatapnya datar. Keheningan beberapa saat tercipta di antara mereka, kembali merogoh jaketnya lagi-lagi gadis itu melakukan hal serupa.

“Tutup mulut,” ucap setelahnya.

Kedua rentenir itu saling beradu pandang sebelum memungut dua gepok uang yang terkulai di tanah, pandangannya kembali tertuju kedepan dengan raut bingung yang sukar disembunyikan.

“Kurang?”

Tidak ada jawaban, salah satu di antaranya memasukkan bongkokkan uang ke dalam jaket yang mereka kenakan, lalu pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah katapun setelah sekilas melirik pemuda yang sudah mereka pukul.

Dapat dilihat dari kedua bahunya yang naik turun, laki-laki tersebut mencoba menetralkan deru napasnya. Memecah kegelapan dengan sorot mata keduanya yang terlihat berkilau dari lampu jalan yang hampir padam. Satu menit mereka terdiam saling beradu tatap, tidak ada yang membuka suara sama sekali.

Tatapan perempuan itu memicing memandangi seluruh tubuh penuh luka dan darah tersebut, setelahnya ia membungkuk mengambil topi yang sebelumnya tergeletak tak berdaya di atas tanah setengah basah itu, membersihakannya sekilas dari pasir yang saling menempel, kembali menatap laki-laki muda itu sembari mengenakan topinya sebelum berbalik pergi meninggalkannya sendirian di sana.

“Hey... aw!”

Laki-laki itu terdengar seperti ingin menghentikan langkahnya namun harus tertahan karena sakit yang ia rasakan, perempuan itu pun tak menggubris sama sekali, terus berjalan kembali menuju di mana tas nya berada.

Ia akan kembali melanjutkan perjalanan tanpa tahu arahnya yang melelahkan.

𝗟𝗘𝗧 𝗠𝗘 𝗧𝗢 𝗦𝗢𝗥𝗥𝗢𝗪
𝗳𝗲𝗮𝘁𝘂𝗿𝗶𝗻𝗴 𝗝𝗮𝘆 𝗲𝗻𝗵𝘆𝗽𝗲𝗻

©𝗔𝗞𝗨𝗛𝗔𝗝𝗜𝗡

𝗢𝗳𝗳𝗶𝗰𝗶𝗮𝗹𝗹𝘆 𝘀𝘁𝗮𝗿𝘁𝗲𝗱
𝟭𝟴 𝗔𝗽𝗿𝗶𝗹 𝟮𝟬𝟮𝟮

LET ME TO SORROW | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang