0.6 𝒖𝒔𝒂𝒊𝒌𝒂𝒉?

11 3 0
                                    

Dari celah bibir yang terbuka sedikit itu orang-orang bisa tahu jika gigi-gigi yang berjajar rapih di dalam saling gemerutuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari celah bibir yang terbuka sedikit itu orang-orang bisa tahu jika gigi-gigi yang berjajar rapih di dalam saling gemerutuk.

Bisa jadi beberapa menit yang lalu ia mati membeku karena tak kunjung mengganti pakaian yang basah kuyup di tengah malam seperti ini.

Johalin sungguh berterima kasih Tuhan masih memberinya kesempatan hidup. Bahkan dengan baik hati ia masih bisa menggenggam segelas teh hangat dan berpeluk selimut tebal.

"Ini mungkin bikin kerasa lebih dingin, tapi lebam-lebam di wajah kamu sama pacarmu itu harus dikompres."

Johalin beralih fokus dari air hangat di genggamannya saat wanita berumur tigapuluhan datang dengan membawa nampan berisi es batu dan sehelai kain. Dirinya sedikit berdecak kesal sebab sudah dua kali ia mengatakan bahwa Jayfi bukanlah pacarnya, tapi terus saja disebut begitu.

Wanita yang mengaku sebagai seorang bidan itu membawa nampannya mendekat ke atas nakas dekat dengan tempat Jayfi berbaring.

"Nggak apa-apa, makasih ya, bu," ucap Johalin meletakkan gelas putihnya ke atas meja dihadapannya. Ia beranjak dari sofa biru dengan beberapa bagian lapisannya yang telah mengelupas. "Biar saya aja. Lebih baik ibu istirahat."

"Yaudah, kalian kalau butuh apa-apa panggil saja ya, nggak apa-apa."

Johalin mengangguk menyetujui, kemudian ia ditinggalkan berdua saja di ruang praktek dengan Jayfi yang hanya diam saja sedari tadi. Laki-laki itu tidak benar-benar tak sadarkan diri sebelumnya, Johalin tahu Jayfi tidak mungkin selemah itu. Tetapi Jayfi memang benar-benar kehilangan banyak energi setelah memuntahkan darah pada saat penyerangan.

Johalin menaruh butiran es batu yang telah dipecah menjadi kecil-kecil ke atas sehelai kain, kemudian mengikatnya erat. Ia menaruh buntalan itu di dagu kirinya, mengernyit tatkala dingin yang menyapa sebagian wajahnya terasa ke seluruh tubuh.

"Ambilin teh nya, dong."

Johalin yang tengah fokus mengurus nyeri di wajahnya melirik ke sebelah kiri, irisnya beradu tatap dengan milik Jayfi yang menyorot redup. "Ambil sendiri. Ngapain gue bantuin orang yang nggak mau bilang tolong."

Jayfi memejamkan mata sejenak dan menghirup napas ringan, ia bahkan sudah tidak ada lagi tenaga untuk berdebat. "Minta tolong ambilin teh nya, ya."

Johalin masih terus fokus mengompres wajahnya, seakan tak lagi mendengar permohonan laki-laki itu hingga membuat Jayfi menyerah dan lebih baik memutuskan untuk terlelap. Laki-laki itu mengangkat selimutnya hingga sebatas leher dan mulai memejamkan kedua mata.

Suhu hangat menjalar di pipi kiri saat Jayfi hampir benar-benar terlelap. Laki-laki itu membuka matanya dan menemukan segelas teh yang ditempelkan pada permukaan wajahnya. "Thanks." Jayfi menurunkan selimutnya dan mengambil alih gelas tersebut dari genggaman Johalin, tetapi bukannya ia minum, gelas itu hanya digenggamnya dengan kedua tangan di atas dada kemudian ia kembali memejamkan mata.

LET ME TO SORROW | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang