0.10 𝒔𝒆𝒑𝒊

10 1 0
                                    

“Untuk penyewaan satu tahun berarti total sepuluh juta limaratus ribu rupiah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Untuk penyewaan satu tahun berarti total sepuluh juta limaratus ribu rupiah.”

Setelah mendengar nominal angka tersebut, Johalin mengeluarkan lembaran uang seratus ribuan dari dalam ransel hitam yang menjadi teman satu-satunya kemana saja dirinya pergi. Lembaran uang yang ia miliki kini tidak lebih dari separuh dari jumlah sebelumnya.

“Kamu emang niat pindah kesini, ya?” Perempuan berkuncir kuda tersebut melontarkan pertanyaan pada Johalin. pasalnya, tak biasanya bahkan sekalipun ada orang yang ingin menyewa tempat penginapan di daerah wisata hingga selama itu. Normalnya orang-orang biasanya hanya menyewa penginapan sederhana seperti milik kedua orang tuanya ini hanya berkisaran paling lama tujuh hari untuk berlibur. Sedikit terkesiap ketika mengetahui ada yang ingin menyewa satu tahun lamanya. Sudah pasti itu bukan rencana liburan biasa.

Johalin mengangguk menimpali, ia bingung jawaban seperti bagaimana yang perlu ia lontarkan. Lagipula tak ada informasi penting apapun yang perlu ia bagikan pada orang lain mengenai dirinya.

“Kamarnya beneran keisi sama barang-barang apa adanya, semoga kamu betah ya setahun di sini. Kalo butuh bantuan apa-apa bilang aja. Ibu jarang di rumah, tapi ada aku, kok.”

Jemari Johalin menangkup sebuah kunci dengan kayu ber cat biru yang digantung menjadi satu pada kawat melingkar yang diserahkan perempuan itu di atas meja. Ia tak menyangka jika akan ada seseorang yang menyambut dengan antusias kedatangannya di sini. “Oke, thankyou,” ucap Johalin diikuti segaris senyum simpul tak bertahan satu detik, pun, sebelum beranjak menuju kamar yang telah ia pesan.

Di waktu seperti ini semua orang tengah sibuk berkutat dengan kegiatannya masing-masing, berpikir bagaimana caranya mendapat cuti dan sebagainya. Itulah mengapa saat Johalin menginjakkan kaki di sini, pun, terasa begitu sunyi sebab bukan saatnya orang-orang pergi berlibur. Tak ada seorangpun yang menyewa kamar saat ini, membuatnya dengan leluasa dapat memilih kamar mana yang ingin ia gunakan. Kamar paling pojok adalah yang paling pas untuknya, tidak akan ada orang yang berlalu-lalang di depan kamarnya dan juga sedikit jauh dari kediaman pemilik penginapan yang berada satu bangunan yang sama dengan kamar-kamar yang disewakan.

Jika sebagaimana mestinya, Johalin kini tengah duduk di bangku yang membuat siapapun yang mendudukinya selama berpuluh-puluh menit akan merasa seakan patah tulang, nyeri sendi dan berbagai penyakit pinggul lainnya. Terkantuk-kantuk, bahkan suara seseorang yang tengah berdiri di hadapan semua orang pun hanya masuk kuping kanan keluar entah dari mana saja.

Tapi semua itu tidak dialami Johalin saat ini. Keheningan, kesunyian, kesepian, kehampaan, kemiskinan, dan sedikit kebingungan yang kini berada pada kehidupannya. Bukan suara pengajar yang membosankan bahkan membuatnya merasa lapar kapan saja.

Terlampau sensitif perihal lambung, Johalin menyadari bahwa kini ternyata perutnya berteriak kelaparan hingga terbayang bagaimana saat hal seperti itu terjadi di kelas. Berpikir lebih baik ia pergi tidur dan terbangun beberapa jam kemudian, sehingga dapat sedikit menghemat sisa lembaran uangnya yang tak seberapa dengan menggabungkan makan siang dengan makan malam menjadi satu.



LET ME TO SORROW | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang