Chapter 5

126K 460 1
                                    

"Aaah...."

Gue menggeram berat.

Pundak gue bergetar.

Syaraf-syaraf gue yang tegang mengendur saat batang gue bersentuhan langsung dengan kelembaban dan kelembutan Thalia. Gue menggelincirkan seluruh batang gue ke sepanjang belahan kelamin Thalia yang hangat, dan merasakan betapa licin penis gue saat meluncur dari atas ke bawah, bawah ke atas. Milik gue ikutan basah dan lengket. Gue berlama-lama di sana, mengerang-erang nikmat, menggosokkan batang gue yang sangat tegang padanya. Kepala kontol gue menyundul bibir kelamin sempit Thalia yang berdenyut. Otot-otot lengan gue bertonjolan meski gerakan yang gue buat sangat kecil. Urat-urat kelamin gue keluar. Gue menahan diri, itulah yang ngebuat otot gue bekerja lebih keras.

Di depan liangnya, dengan sangat gemas gue mengocok milik gue dan mengusap-usapkannya ke bibir kemaluan Thalia. Cairan precum gue dan lelehan pelumas alami yang dihasilkan oleh sekresi panggul Thalia bercumbu mesra. Gue mulai menggerakkan pinggul gue, maju mundur, penis gue terbenam di lipatan vulvanya. Pipi vagina Thalia menggemuk terjejal batang gue yang terbaring besar dan terus menggelincir naik turun.

Nikmat....

Thalia menggeliat-geliat sensual tanpa sadar. Tubuhnya yang indah dan sintal membuat gue semakin bernafsu. Sialan anak ini masih molor aja. Dia nggak tahu apa yang terjadi sama tubuhnya. Gue hampir hilang akal dibuatnya. Saat ini pun, dalam kondisi sepenuhnya sadar akan apa yang gue lakuin, gue nggak bisa menghentikan perbuatan gue. Thalia mulai mendesah saat penis gue semakin brutal menggesek labia-labia basahnya.

Gue nggak tahan lagi dan meludah saat kelembaban milik Thalia agak berkurang. Sebelum menggeseknya lagi, gue menunduk meratakan ludah gue dengan lidah ke seluruh permukaannya. "Mmmh... mmmphhh... slllrppp... ahhh... shhh," suara mulut dan lidah gue.

Gue jejalkan lidah gue ke dalam lubangnya dan gue cecap langsung pelumas yang mengalir semakin banyak saat lidah gue merangsangnya. Lidah gue menggelitiknya, membuat tubuh Thalia menggelinjang semakin liar. Gue sengaja menjilati bibir kelaminnya dengan rakus, menyesaki liang kecilnya yang rapat. Di dalam sana, lidah gue menari-nari lincah. Gue mengeluarkannya, menjilati bibir kewanitaannya, dan memagutnya kuat. Gigi-gigi gue meringis menahan geliat kontol gue yang kembali meronta. Gue merasakannya berdenyut dalam genggaman gue yang terus mengocok.

Saat gue menyudahinya, lidah gue terasa kebas, rahang gue pegal.

Gue mencekal lagi payudaranya dan meremasinya. Semua ini gue lakukan sebenarnya karena gue masih nggak yakin apakah gue akan nekat menyetubuhinya dalam keadaan tidur, atau enggak. Namun, Thalia justru mendesah. Dia mengigau manja seperti anak kecil yang bermimpi. Gue memenceti putingnya lagi, mengeraskannya kembali setelah gue tinggalin beberapa saat tadi. Di bawah sana, penis gue bekerja sendiri mencumbui vulva dan labia Thalia.

"Kamu harus jaga Thalia baik-baik di Jakarta, Sen, itu pesan mami ke kamu. Jangan sampai dia nggak bisa menemukan kamu saat dia butuh kamu. Kamu ngerti? Mami dan mamanya Thalia sudah seperti saudara kandung. Kalau kamu nggak menyukai Thalia, paling enggak kamu pastiin dia bahagia dengan siapapun yang menangin hatinya."

Pesan Mami terngiang di telinga gue.

Maafin, gue, Mam....

Gue malah ngeginiin Thalia. Mestinya gue jagain dia.

Gue bahkan nggak tahu apakah gue punya perasaan ke Thalia. Kami udah terlalu lama berteman sehingga meski gue sadar banget Thalia cantik dan baik, gue nggak pernah memperhitungkannya sebagai cewek gue. Semata-mata, gue tahu... perasaan cinta bisa berubah. Jika itu sampai terjadi, gue mungkin nggak akan mampu menjaganya lagi. Sebagai laki-laki, gue nggak bisa berjanji perasaan gue nggak akan berubah, tapi sebagai teman gue pasti akan terus menyayanginya. Bisakah gue terus menyayangi Thalia seperti ini tanpa menjadikannya milik gue?

TEMAN TAPI BERCINT4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang