"Please... Thalia... ayo kita nikmatin bareng... gue nggak mau enak sendirian...," pinta gue.
Thalia sudah mulai berhenti melawan. Gue sebenarnya bisa ngatasin perlawanannya dengan mudah, malah gue semakin terangsang kalau dia menggeliat-geliat di bawah gue. Sodokan gue pun makin kenceng. Jepitan otot vagina Thalia juga makin erat menggigit punya gue. Milik gue berdenyut-denyut, tapi gue nggak mau ngelihat dia menangis.
Jujur, gue menyesal ngelakuin semua ini ke dia tanpa izinnya, tapi percaya ama gue... ini bukan rasa yang harus gue hentikan, atau abaikan, rasa nikmat kayak gini nggak lu dapatkan di setiap seks dalam hidup lu. Gue ngerasa, tubuh gue dan tubuh Thalia kayak diciptakan buat disatukan, berada di dalam tubuhnya bukan hanya hangat dan nikmat, tapi juga nyaman. Serasa nemuin rumah yang sangat pas buat batang keperkasaan gue. Gue sampai heran. Kenapa gue nggak ngelakuin ini dari dulu?
"Ahhh... liang lu... luar biasa, Lia...," erang gue sambil terus ngayun pinggul gue menusuknya. "Gue nggak pernah ngerasain ngentot seenak ini sumpah...."
"Mmmphhh... Arseeen... jangan, aaah... ah," Thalia meronta lagi, namun lemah. Malahan, rontaannya bikin bokongnya bergoyang, penis gue di dalamnya meliuk-liuk dan terpijat luar biasa nikmat. "Le-lepasin tangan gue... jangan ngomong gitu, Arsen... gue malu... ahhh... ah, shit, lepasin tangan gue...."
"Nggak mau, ntar lu nyakar, mukul, nampar...," kata gue. Pinggul gue semakin kencang mengayun. Sesekali gue menekan saat kontol gue sepenuhnya berada di dalam sehingga perut gue dan Thalia melekat. Karena perlawanan Thalia nggak lagi bikin gue ngerasa harus lebih kuat menghajar liangnya biar dia lemas, milik gue dan milik Thalia mulai membuat suara-suara yang konstan dan dinamis. Ketukannya pas. Gue merasa kami mulai saling membalas. Meski Thalia belum mau terang-terangan menggoyang pinggul dan bokongnya, tapi bibir kelamin dan otot dalamnya sudah membuka dan menyempit seiring irama keluar masuknya penis gue.
Nikmat banget, Anjing. Tubuh gue menggelenyar."Aaarrrghhh... enak, Lia?"
"Mmmmh... ahhh, Arsen lepaaas," rengeknya. "Gu-gue janji nggak akan mukul. Nggak akan nyakar. Aaah... Ah, Arseeen... sesaaak... Arsen... ahhh!"
"Lu janji?" tanya gue, pinggul gue berhenti memompa. "Lu janji nggak ngelawan?"
"Emh, iya! Iya! Ahhhk...."
Gue menatap Thalia dengan mata memincing curiga. Thalia masih menatap gue benci dengan alis menukik, tapi dia mengangguk. Gue pun mengendurkan cengkeraman tangan gue di pergelangannya. Perlahan, gue lepaskan dan gue duduk tegak dengan penis gue masih berada dalam tubuhnya. Hal pertama yang Thalia lakukan adalah menutupi susunya sambil memalingkan muka. Menghindari tatapan dengan gue. Pipi Thalia makin merah bersemu, bikin dia kelihatan cantik dan menggairahkan.
Gue memutar penis gue di dalam liangnya. Dengan lembut, gue menyusuri wajah Thalia dengan belaian tangan gue, "Lu cantik, Lia," puji gue. Sentuhan gue merambat menjalari lehernya, "Kulit lu... bersih... mulus... halus... bening," kata gue lembut, merayu. Gue memijat di lekuk lehernya, dekat dengan tulang selangka. Thalia mengerang pelan, suaranya menggairahkan. Penis gue berkedut di dalam seolah dia punya kuping yang bisa mendengarkan. Gue menyingkirkan tangannya yang menangkup kedua belah dadanya dan meletakkannya di sisi-sisi tubuhnya. Lalu, dengan tangan gue sendiri, gue menangkup dan meraba payudaranya, memberinya remasan paling lembut, dan cubitan kecil di ujung kedua gundukan susunya, "Payudara lu... indah... aaahhhh....."
"Aaahhhh...," Thalia ikut mendesah saat gue menarik gemas putingnya sambil memutar pinggul gue, sekaligus kontol gue di dalam liang kehangatannya. Kedua pergelangan tangan gue dicengkeram Thalia, tapi dia nggak mampu menahan gerakan gue sedikit pun. Gue terus memutar-mutar bokong dan pinggul gue dengan gerakan lembut, Thalia terlihat mulai menikmatinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/308238088-288-k373219.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN TAPI BERCINT4
Roman d'amourArsen putus asa karena akhir-akhir ini gadisnya lebih akrab dengan sepupunya. Dia mencurahkan perasaannya pada Thalia, sahabatnya yang sedang tidur pulas.