02. Anxiety | Malam Kelam |

22 7 8
                                    

Puncak Ilaga, Papua2004

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Puncak Ilaga, Papua
2004

Kini malam menyergap, segelintir hujan turun berjatuh menusuk bagian dari bumi ini, membasahi tanah lapang, seakan kegelapan mendatang 'kan tangis.

Ia menatap pekat netra sang istri, Amir menggenggam erat jemari Alisa.
"Bu, ayah jadi takut. KKB sudah benar merajalela, kita tinggal juga di daerah strategis, bagaimana anak-anak kita nanti?" ungkap Amir, firasatnya semakin buruk.

Akhir-akhir ini, banyak sekali berita tentang serangan KKB terhadap para TNI dan juga Pekerja. Semua sudah usai di bantai, ulah kelompok itu, kini para pekerja rantau dan keluarga tidak lagi hidup dengan tenang, disana.

Sudah banyak sekali memakan korban akibat pembantaian tersebut, bagaimana bila hal yang di bayangkan selama ini benar terjadi pada mereka?

Walau hanya pekerja tambang, Amir tetap akan menjadi sasaran para pemberontak itu.

Bersama sang istri dan kedua anaknya, mereka tinggal di lingkup asrama para pekerja, tentu itu semua sudah di siapkan oleh perusahaan.

Alisa pun takut, tiada siapapun yang dapat melerai pada situasi saat itu. Kedua anak mereka masih terbilang kecil, Alir dan Agam. Mereka masih butuh sosok seorang Ibu dan Ayah, mendidik mereka hingga kelak menjadi para pria yang baik dan sukses.

Alir Agara, anak pertama dari Amir dan Alisa. Alir baru berumur 6 tahun, masih harus dalam pantauan saat bermain. Anak berumur segini biasanya suka sekali bereksperimen dengan hal yang baru ia kenal. Maka dari itu, Alisa sangat hati-hati saat memperhatikan Alir bermain dengan teman-teman sebayanya.

Agam Kasuara, anak kedua mereka. Agam berumur 4 tahun, hanya berbeda 2 tahun saja dengan abangnya. Masih badung, dan susah di bilangin. Kadangkala Alisa letih menjaga keduanya, disaat ayah kerja. Tentu semua menjadi tanggung jawab Alisa, tetapi. Bila Amir sedang di rumah, ia pun ikut membantu mengawasi anak-anaknya bermain. Terlebih anak laki-laki, mereka memiliki tenaga yang cukup kuat di banding anak perempuan. Makanya harus lebih ekstrak dalam menjaga keduanya.

Alisa cukup menghembuskan nafasnya kasar, seraya nanarnya berpaling menelusuk balik netra Amir yang tengah menatapnya sedari tadi.

"Ayah, inshallah tidak akan terjadi apapun sama kita, sama anak kita juga. Kita ngga boleh ninggalin Abang dan Adek, ayah ngga boleh ngomong gitu." tuturnya.

Batin Alisa sebenarnya rapuh memikirkan hal itu, hal sama seperti apa yang Amir pikirkan juga. Namun, sebagai seorang istri. Alisa juga harus memberikan semangat lebih kepada Amir, mereka harus saling menguatkan satu sama lain.

Masa muda mereka masih panjang, dan harus mereka tempuh bersama dengan kedua jagoannya kelak.

Alir sudah tertidur sedari tadi, waktu juga sudah menunjukan pukul 11.00 malam, begitu pula dengan Agam. Ia masih dalam pangkuan sang ibu, sedang menyusu, baru saja terlelap.

Anxiety [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang